Pages

Selasa, 04 Maret 2014

Review Novel : The Five People You Meet in Heaven (Meniti Bianglala), Mitch Albom

Judul : The Five People You Meet in Heaven (Meniti Bianglala)
Penulis : Mitch Albom
Penerjemah : Andang H. Sutopo
Jumlah Halaman : 208 hal.
Genre : Novel Inspirasi, Novel Surealis
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cover Designer : Eduard Iwan Mangopang
Tahun : 2005
Harga : Rp. 26.000 (Beli di Book Fair Gramedia Veteran Banjarmasin)
One word about this book : Fixing

            Usia 83 mungkin adalah ulang tahun paling ironis sepanjang hidup Eddie. Di saat orang mendoakannya untuk panjang umur, Eddie justru harus tutup usia karena kecelakaan yang menimpanya. Eddie, seorang juru perawatan wahana-wahana yang terdapat di taman bermain Ruby Pier meninggal dunia dalam usahanya menyelematkan seorang gadis kecil dari terabasan kabin Freddy’s Free Fall yang sedang mengalami kerusakan. Di detik-detik terakhir kematiannya, Eddie tak sempat mengetahui kabar anak kecil tersebut, apakah ia meninggal atau selamat. Yang Eddie ingat hanya sepasang tangan kecil yang sempat menggenggamnya.
            Sesaat setelah nyawanya lepas dari jasad, Eddie membuka mata. Yang pertama ia lihat memang pemandangan ganjil yang membuat ia bertanya-tanya. Langit yang terus-terusan berubah warna, pasir keemasan, kemudian ia terseret ke bawah air. Tetapi beberapa saat berikutnya, Eddie justru berada dalam cangkir teh besar yang diketahuinya merupakan salah satu wahana di Ruby Pier. Memang, ia memang tengah berada di Ruby Pier, tepatnya Ruby Pier 75 tahun yang lalu ketika Eddie masih kecil. Di tempat itu, ia bertemu dengan Joseph Corvelzchik, ‘orang aneh’ yang menjadi tontonan di taman bermain tersebut. Meskipun tidak pernah merasa berhubungan dengan Joseph—si Orang Biru, namun ternyata kematian Joseph berhubungan dengan Eddie, dan Eddie tak pernah menyadarinya. Dari si Orang Biru itu pula, Eddie tahu bahwa ia akan bertemu dengan 5 orang di akhirat yang akan menjelaskan sesuatu yang tak Eddie ketahui—atau sadari—selama hidupnya. Dan si Orang Biru adalah orang pertama yang mengajarkan Eddie bahwa kehidupan yang Eddie punya sampai usianya 83 tahun merupakan ‘hasil’ dari kematian yang merenggutnya 75 tahun yang lalu. Kepada si Orang Biru, Eddie bertanya tentang anak kecil yang ia selamatkan dari kecelakaan Freddy’s Free Fall, namun ia tak mendapatkan jawaban.
            Setelah bertemu si Orang Biru, Eddie terbawa ke sebuah padang tandus. Orang kedua yang ditemuinya di sana adalah kapten yang mengepalai kelompoknya dulu saat peperangan di Filipina. Selain mengetahui fakta di balik kakinya yang pincang karena penembakan saat ia tugas militer, melalui kapten, Eddie kembali diajarkan tentang arti kehidupan. Dan Eddie kembali tak mendapatkan jawaban soal anak kecil yang ia selamatkan dari kecelakaan Freddy’s Free Fall.
            Di tempat ketiga, Eddie bertemu dengan seorang wanita tua yang tak pernah Eddie kenal sebelumnya. Namun, wanita itu tidak asing karena ia adalah Nyonya Ruby. Wanita di balik berdirinya taman wahana Ruby Pier. Nyonya Ruby mengisahkan cerita pahit di balik pembangunan wahana tersebut, dan juga tentang ayah Eddie yang selama ini Eddie benci. Dari Nyonya Ruby, Eddie mengetahui sisi lain dari ayahnya—yang membuat Eddie seketika menyesal karena pernah membencinya—dan juga belajar tentang makna persahabatan.
            Di tempat keempat, Eddie bertemu dengan Marguerite, isterinya. Marguerite yang lebih dulu meninggalkannya ke hadirat Tuhan. Dari isterinya, Eddie belajar tentang makna cinta.
            Cinta yang hilang tetap cinta, Eddie. Hanya bentuknya saja yang berbeda. Kau tidak bisa melihat senyumnya, atau membawakannya makanan, atau mengacak-acak rambutnya,atau berdansa dengannya. Tapi ketika indra-indra itu melemah, indra-indra lain menguat. Kenangan. Kenangan menjadi pasanganmu. Kau memeliharanya. Kau mendekapnya. Kau berdansa dengannya. Kehidupan harus berakhir. Tetapi cinta tidak
            Lalu lagi-lagi, Eddie bertanya tentang nasib gadis kecil yang ia selamatkan, namun ia kembali tak mendapatkan jawaban dari Nyonya Ruby dan isterinya.
            Di tempat terakhir, di sebuah tepian sungai, Eddie bertemu dengan gadis kecil bertampang Asia yang juga tak ia kenal. Awalnya gadis kecil itu terlihat seperti manusia normal lainnya, tetapi sesaat kemudian, Eddie melihat kulitnya gosong dan mengelupas seperti habis terbakar. Gadis itu meminta Eddie memandikannya, dan perlahan-lahan, kulitnya kembali mulus seperti awal mula Eddie melihatnya. Gadis itu, Tala, ternyata berhubungan dengan peristiwa yang pernah Eddie alami di saat ia berperang di Filipina. Peristiwa hadir bersamaan dengan penembakan kaki Eddie. Gadis yang gagal Eddie selamatkan dari kebakaran. Namun ketika Eddie meminta maaf padanya, Tala justru berterima kasih karena Eddie selama ini bersikap baik dan sayang kepada anak kecil, yang berarti, Eddie juga bersikap baik dan menyayanginya. Dan dari Tala lah, Eddie tahu nasib yang menimpa gadis kecil yang coba ia selamatkan dari kecelakaan wahana di Ruby Pier, juga tangan yang ia genggam di detik-detik terakhir kehidupannya.
***
            Jujur saja, saya orang yang mudah sekali termakan rekomendasi, apalagi tentang buku. Awal saya berkenalan dengan Mitch Albom pun berasal dari blogwalking. Melihat dari profil sang empunya blog yang memavoritkan Mitch Albom—nama yang sudah sering seliweran di telinga namun tak pernah saya hiraukan—saya pun jadi penasaran untuk mengulik karya Mr. Albom ini. Ditambah lagi dengan rating buku-buku beliau yang cukup baik di Goodreads, juga reputasi buku-buku beliau yang jauh dari kesan kacangan. Syukurnya, ketika Gramedia di daerah saya lagi promosi buku murah, saya mendapatkan buku ini yang kondisinya masih lumayan mulus.
Original Cover
            Kesan pertama saya terhadap buku ini adalah abstrak, surealis, utopia. Tak perlu saya jelaskan kenapa, karena dari sinopsis cerita yang saya beberkan di atas pun dapat diketahui tipe seperti apa cerita yang terdapat dalam novel ini. Menarik dan menantang, karena meskipun tema yang diangkat cukup berat untuk dikonsumsi, gaya penulisan Mitch Albom sangat nyaman dinikmati. Selain itu, detail yang ia paparkan juga cukup membuat geleng-geleng kepala. Riset yang dilakukan Mr. Albom tentang wahana-wahana di taman bermain dan perang tidak sia-sia karena hasilnya benar-benar seperti dijabarkan oleh seorang pakar.
            Oh ya, selingan bab ‘Hari ini Hari Ulang Tahun Eddie’ juga menarik dan cukup pas untuk dijadikan jeda setelah disuguhi bab-bab panjang.
            Tak banyak yang bisa saya ceritakan mengenai buku ini karena ia akan lebih nikmat jika dikulik sendiri. Yang jelas, novel ini termasuk very highly recommended terutama untuk mereka yang tidak segan membaca segala jenis novel, baik ringan maupun berat.
            Buku ini memang tidak serta-merta membuat saya jadi penggemar karya-karyanya Mitch Albom, namun saya tetap menanti buku-bukunya yang lain. Dan saya tak segan untuk membeli buku-bukunya lagi hanya jika termasuk dalam promosi. Soalnya masih banyak buku-buku lain yang lebih diprioritaskan. Hehe...
            Orang-orang asing adalah keluarga yang belum kaukenal.”

Rating
Cerita : 6,5 of 7.
Terjemahan : 6,5 of 7
Cover Terjemahan : 6 of 7
Cover Asli : 6 of 7


Senin, 03 Maret 2014

Review Novel : The Guardian (Sang Pelindung), Nicholas Sparks




Judul : The Guardian
Penulis : Nicholas Sparks
Penerjemah : Marina Suksmono
Jumlah Halaman : 584 hal.
Genre : Adult Romance, Suspense Romance
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cover Designer : Dina Chandra
Tahun : 2006
Harga : Rp. 35.000 (Beli di Facebook OL-Shop : Raja Buku)
One word about this book : Psycho!

Tak lama setelah kematian suaminya, Julie mendapat kiriman anak anjing Great Dane—peninggalan terakhir dari Jim, suaminya. Jim, yang menyadari hidupnya takkan lama lagi, membelikan Julie anak anjing itu untuk menemaninya setelah ia tiada. Oleh Julie, anjing itu dinamai Singer, dan anjing ini menjadi temannya yang setia dan protektif.
            Empat tahun kemudian Julie sudah siap membuka hatinya untuk pria lain. Tapi siapa? Richard Franklin yang tampan, shopisticated, dan memperlakukannya seperti ratu? Ataukah Mike Harris, teman baiknya yang sederhana?
            Di tengah kebimbangan menentukan pilihan, hidup Julie mendadak berubah menjadi mimpi buruk ketika kecemburuan salah satu pria itu berkembang menjadi obsesi yang membuatnya tak segan-segan menyingkirkan siapa pun yang menghalangi tujuannya.
            Dan Singer termasuk salah satu penghalangnya. Sebab Singer sejak semula telah mengendus kegilaannya, dan Singer tak mau orang ini menyakiti Julie yang disayanginya.
            Kepergian Jim—suaminya—sudah pasti membuat Julie Barenson dirundung duka yang amat dalam. Jim yang dulu membawanya dari jalanan ke Swansboro dan menaikkan derajatnya dari gelandangan menjadi seorang istri kini sudah berpulang, dan selain sehelai surat perpisahan, Jim juga meninggalkan seekor anak anjing Great Dane sebagai pelindung Julie saat ia sudah terkubur di bawah tanah. Anjing itupun dinamai Singer, dan ialah yang membantu Julie melewati hari-hari tanpa Jim sampai akhirnya Julie siap menerima pria lain untuk mengisi kekosongan hatinya.
            Dari beberapa pria yang pernah berkencan dengannya, Richard Franklin termasuk orang yang berhasil menarik perhatian Julie, meskipun belakangan Julie tahu bahwa ia tak seantusias itu untuk berhubungan dengan Richard. Fakta bahwa Richard adalah sesosok pria tampan, atletis, dan mapan yang mampu mewujudkan kencan paling memukau se-Swansboro sama sekali tak membuat Julie mampu menyerahkan hatinya pada Richard, dan di suatu hari, Julie-pun memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Richard, di saat semua perempuan lain justru mengemis-ngemis cinta pada pria sesempurna itu. Pun, keputusan Julie diamini Singer karena kehadiran Richard entah kenapa selalu membuat Singer tak nyaman, seolah-olah anjing itu tahu bahwa Richard bukan pria baik-baik.
            Sebagai gantinya, Julie justru memilih untuk berkencan dengan Mike—teman Jim yang otomatis juga sudah menjadi temannya. Mike memang hanya seorang montir di bengkel kakaknya dan jika dibandingkan dengan Richard—baik dari segi fisik maupun finansial—Mike jelas kalah telak. Walau begitu, Julie merasa nyaman bersama Mike dan Singer juga merasakan hal yang sama.
            Tetapi, belakangan hari, Richard kembali ke kehidupan Julie dalam bentuk teror. Julie selalu merasa ada yang membuntutinya yang berawal dari kegelisahannya saat berada di pemakaman untuk mengunjungi Jim. Kemudian, ia mulai mendapat telepon-telepon misterius tanpa suara yang membuat Julie semakin resah. Pada awalnya, setelah hubungannya berakhir dengan Julie, Richard sama sekali tak bersikap frontal. Ia tetap pria baik hati, namun Julie yakin semua teror yang ia terima merupakan ulah Richard. Setiap saat Julie merasa selalu dibuntuti dan membuat hari-harinya memburuk dan tak lagi aman sampai akhirnya masalah itu masuk ke kantor polisi setempat. Julie memang tidak bisa membuktikan bahwa teror yang menderanya bersumber dari Richard, namun Jennifer Romanello—petugas polisi perempuan yang menangani masalah Julie dapat merasakan apa yang menjadi kekhawatiran Julie dan memercayai wanita itu.
            Puncak dari segala teror itu adalah ketika Andrea—rekan kerja Julie di salon—ditemukan terluka parah karena kasus penganiayaan dan dugaan langsung terarah kepada Richard yang sehari sebelumnya terlihat bersama Andrea. Dugaan itu sama sekali tak salah karena setelah dilakukan pemeriksaan, ditemukan darah Andrea di rumah Richard. Ditambah lagi dengan fakta bahwa Richard berhasil kabur ketika Jennifer dan Pete Gandy berusaha untuk menggeledah rumahnya. Di mulai dari sana, penyelidikan tentang Richard mulai dilakukan. Tentang seorang pria yang ternyata mempunyai masa lalu buruk, tentang seorang pria yang ternyata seorang pelaku kriminal pintar dan ahli menyembunyikan identitas, tentang seorang pria yang amat terobsesi kepada Julie karena ada kesamaan pada sesuatu di masa lalu. Tentang seorang Richard yang akhirnya berhasil menemukan tempat persembunyian Julie (setelah kasus penganiayaan Andrea, Julie kabur ke luar kota bersama Mike untuk melindungi diri) dan mengambil salah satu yang berharga dari hidup Julie.
***
            Pada awalnya, saya sempat underestimate sama novel Om Nico satu ini karena selain surat, hubungan anak dan orang tua, setting di kota pesisir, serta deskripsi yang (kali ini cuma lumayan) panjang, karakteristik yang saya tangkap dari The Guardian sama sekali bukan karakteristik yang terdapat pada novel-novel Om Nico lainnya. Sebut saja perpindahan cerita yang terlalu singkat (bahkan hanya beberapa baris saja sudah terdapat tanda ‘bintang’ yang menandakan perpindahan cerita), sementara di novel-novel lainnya perpindahan cerita baru terjadi setelah beberapa lembar kemudian. Saya bersyukur akan hal itu karena saya jadi lebih sering bernafas setelah membaca deskripsi yang lumayan panjang, namun itu sama sekali tak membuat kecepatan membaca saya meningkat. Percaya tidak percaya, 250 halaman pertama ini saya baca dalam waktu kurang lebih satu bulan. Paruh pertama novel ini memang banyak berkisah tentang hubungan Julie dan Richard yang tidak bisa dibilang romantis karena tampaknya Richard bertepuk sebelah tangan, which is terasa amat membosankan. Untungnya ada kisah tentang Mike yang memendam cinta pada Julie, yang selalu mendapat godaan dari sang kakak, Henry. Komentar-komentar Henry yang segar dan lucu menjadi pemanis tersendiri di paruh awal cerita yang menurut saya toooooooo boring. Saya nyaris saja meletakkan novel ini selama-lamanya tanpa pernah menyelesaikannya, namun hasrat untuk mereview novel ini menjadi motivasi saya untuk menandaskan novel ini sampai akhir.
            Dan setelah saya sampai di paruh kedua novel, tepatnya di 330 halaman terakhir, hasrat baca saya tiba-tiba meningkat dan tanpa sadar, saya menemui lambang Gramedia di lembar akhir novel dalam waktu kurang dari sehari. Greget ceritanya mulai dan benar-benar terasa sampai saya nyaris bergadang agar cepat-cepat sampai ke ending. Cerita yang awalnya romance biasa tiba-tiba berubah menjadi drama suspense yang kereeeen banget saat digagas oleh Om Nico. Ya. Om Nico yang biasanya menulis drama romantis dengan kata-kata puitis membuai, kini beralih menulis kisah kriminalitas yang menurut saya, sangat berhasil. Emosi Julie yang frustasi benar-benar tersampaikan dengan baik, pun ke-saiko-an (bahasa keren dari psycho, hehe) Richard juga membuat gregetan.
            Yang saya kagum adalah bagaimana Om Nico menulis karakter-karakternya yang terasa amat hidup. Penggambaran karakter Julie yang wanita biasa cenderung tanpa emosi, lalu bertranformasi menjadi wanita yang amat frustasi sangat patut diacungi jempol. Saya merasakan sekali bagaimana emosi Julie terdeliver, bahkan beberapa kali membuat saya tersentuh. Lain lagi dengan Richard yang seperti psikopat pada umumnya, merupakan pria sempurna dan baik hati pada awalnya, tetapi busuk di dalam. Hebatnya, penggambaran sang antagonis yang kejahatannya disingkap perlahan-lahan menjadi katalis untuk suspensi cerita di novel ini. Klimaksnya tidak terburu-buru dan saya amat menikmati bagaimana tindak-tanduk Richard beserta masa lalunya ditulis dengan indahnya. Dengan bangga, saya menjadikan Richard sebagai tokoh terfavorit saya di novel ini. Selain itu, seperti yang sudah saya singgung sebelumnya, hubungan Mike dan Henry juga menjadi bumbu humor di novel ini. Sementara karakter Mike biasa-biasa saja. Oh ya, satu lagi, Singer. Saya takjub sekali bagaimana Om Nico membuat pembaca menganggap Singer sebagai seekor ‘anjing’ tanpa perlu menuliskan onomatopeia ‘guk...guk...guk’. Seolah-olah Om Nico memahami sekali bagaimana perasaan seekor anjing.
            Banyak sekali tampaknya kesan yang ingin saya sampaikan mengenai novel yang amat luar biasa ini. Salut buat Om Nico dengan eksperimen novel suspensenya yang totally success meskipun seperti yang ia bilang, romance tetaplah menjadi poin utama dari novel ini. Riset yang Om Nico lakukan seperti bagaimana prosedur penyelidikan kepolisian saya rasa tidak mudah, namun penggarapannya tak cacat. Om Nico sendiri berkata bahwa ia sampai harus delapan kali merevisi novel ini karena cerita yang ia tuliskan memang bukan bidangnya. Btw, katanya Safe Haven juga mengangkat sisi kriminalitas dari segi domestic abuse sementara novel ini mengangkat kriminalitas dari sisi obsesi yang berlebihan, psikopat, juga child abuse.
            Setelah berbagai keluarbiasaan novel ini saya paparkan, bukan berarti novel ini tak memiliki kekurangan. Bukan dari segi teknik penulisan, namun lebih ke pihak Gramedia yang membungkus novel ini dengan sampul yang amaaaaaaat jelek. Konsep cat airnya sih dapet dan keren, tapi kenapa harus membuat cover yang aneh seperti itu? Huh! Untungnya sampul belakang berwarna jingga dengan motif jejak kaki anjing bisa sedikit membayar kejelekan sampul depannya.
            Oh ya, yang terakhir, meskipun tak seperti novel Om Nico lainnya yang bertaburan quote-quote romantis nan indah, ada satu kata-kata menarik yang saya capture dari novel ini.
Julie selalu percaya ada dua tipe manusia, mereka yang memandang lewat kaca depan mobil dan mereka yang melihat dari kaca spion. Sejak dulu Julie tergolong tipe yang memandang lewat kaca depan mobil: harus berfokus ke masa depan, bukan masa lalu.
            Intinya, novel ini recommended lah!

Rating
Cerita : 6,8 of 7.
Terjemahan : 6,5 of 7
Cover Terjemahan : 2,5 of 7
Cover Asli : 6 of 7

 
Images by Freepik