Pages

Minggu, 31 Agustus 2014

STPC GagasMedia Award



Well, kayaknya saya cukup ketinggalan mengingat baru libur lebaran kemarin saya sempat beli novel seri STPC itu pun hanya yang diterbitkan oleh GagasMedia. Berhubung itu novel punya keunikan tersendiri dibandingkan novel-novel biasanya, saya jadi kefikiran untuk bikin award versi saya sendiri yang kategorinya mengacu pada something different yang terdapat di novel seri STPC. Tetapi, ada juga beberapa kategori yang sudah umum seperti tokoh favorit, cerita terbaik, dan tentu saja novel terbaik. Mengingat saya belum baca semua novelnya, maka para pemenang belum akan saya umumkan sekarang tetapi saya akan menjelaskan sedikit mengenai kategori-kategori yang terdapat dalam award ini. Here they are!

1.     The Best Cover
Sebenarnya konsep cover STPC series terbitan GagasMedia ini bisa dibilang punya pakem yang seragam yaitu kesederhanaan. Aksen yang digunakan sebagai penanda lokasi yang tengah diangkat tidak digambarkan dengan bangunan terkenal yang ada di tempat tersebut (kecuali Monte Carlo), tetapi hanya berupa a special little thing yang menjurus ke negara/kota yang dimaksud, contohnya crown di sampul London yang khas Inggris sekali. Walau punya konsep yang nyaris seragam, ada hal-hal tertentu yang membuat sampul yang ‘ini’ lebih menarik dari sampul yang lainnya misalnya dari segi warna, font tulisan yang dipakai, aksen, tata letak, dan lain-lain.

2.       The Nicest Postcard
Postcard jadi kenang-kenangan yang amat berkesan dari seri Setiap Tempat Punya Cerita ini, dan sudah selayaknya hal tersebut juga ikut dimasukkan dalam list kategori STPC GagasMedia Awards. Untuk postcard, penilaian saya hanya berdasarkan gambar yang terlihat paling bagus.

3.       The Best Content/ Story Plot
Kategori satu ini sengaja saya buat tersendiri karena saya merasa ada beberapa novel yang konsep a teluar biasa (tema utama) namun eksekusi yang dilakukan penulis kurang sebanding dengan ide yang sudah outstanding tersebut. Penyebabnya bisa karena gaya penulisan yang masih kaku, kurangnya riset, banyaknya plothole, dan lain sebagainya.

4.       The Best Writing
Kategori ini tentu saja mengacu pada gaya penulisan yang aspek penilaiannya saya tentukan dari diksi yang dipakai, alur yang rapi, kelogisan cerita, termasuk kemampuan penulis dalam mengembangkan karakter-karakternya. Yang jelas, kategori ini menyorot pada teknik-teknik kepenulisan.

5.       The Most Fascinating Writing
Masih menitikberatkan pada gaya penulisan, namun kategori ‘The Most Fascinating Writing’ lebih mengacu pada gaya ‘unik’ yang dibawa oleh si penulis (meskipun alur tidak terlalu rapi, diksi biasa saja dan sebagainya), sehingga pembaca merasa nyaman bahkan terlena dengan bacaan itu.

6.       The Best Content Illustration
Perbedaan lain yang cukup mendasar antara serial STPC dengan novel adult/young adult romance lainnya adalah adanya ilustrasi yang disertakan di antara lembaran isi buku. Selama ini, kita tahu ilustrasi hanya digunakan untuk melengkapi buku cerita anak-anak, namun STPC juga menyisipkan gambar pemanis tersebut. Ilustrasi tentu saja dinilai dari bagus/menariknya gambar ilustrasi tersebut dan apakah ia cukup resresentatif terhadap isi novel.

7.       The Most Favorite Male Character
Saya rasa kategori ini sudah amat jelas.

8.       The Most Favorite Female Character
Dan juga yang ini.

9.       The Best/Most Favorite Character
Kategori ke sembilan ini tentu saja nominatornya berasal dari pemenang kategori no 7 dan 8.

10.   The Most Fascinating Character
Ada beberapa karakter yang amat menarik dan unik di dalam serial STPC. Dan ‘The Most Fascinating Character’ tidak perlu menjadi favorit untuk mengundang perhatian.

11.   The Best Place Description
Deskripsi terbaik tidak melulu dilihat dari seberapa detail, lengkap, dan jelasnya si penulis menggambarkan kota yang tengah ia angkat (yang kemungkinan besar hanya berasal dari riset). Tetapi deskripsi terbaik menurut saya adalah yang dituliskan tidak seperti tengah membuat descriptive text seperti di brosur pariwisata. Deskripsi terbaik adalah kemampuan penulis menggambarkan lokasi tersebut secara natural, mengalir, bersahabat, dan hidup.

12.   The Best Blurb
Blurb sendiri adalah cuplikan isi buku yang terletak di sampul belakang. Blurb terbaik tentu saja yang bisa merepresentasikan isi buku namun tidak terkesan spoiler. Dan yang paling penting, dapat menarik pembaca.

13.   Goodreads Highest Rating of STPC
Sebagai situs acuan rekomendasi buku-buku sedunia, saya merasa Goodreads juga harus dilibatkan dalam kategori award ini mengingat pembaca yang melakukan penilaian di Goodreads juga tidak sedikit dan sample tersebut cukup representatif untuk memberikan penilaian terhadap sebuah buku.

14.   The Sweetest Couple
‘The Sweetest Couple’ tidak melulu merujuk pada sepasang kekasih, namun kali ini saya mendefinisikan secara lebih luas yaitu bisa berupa hubungan orangtua-anak, teman, juga adik-kakak.

15.   The Most Wanted Place of STPC to Visit
Oleh-oleh yang biasanya ditinggalkan setelah membaca novel bertema perjalanan adalah keinginan yang membuncah untuk ikut menjelajah ke tempat tersebut. Kategori ini diberikan kepada novel STPC yang paling mampu membuat saya ‘ngiler’ untuk menginjakkan kaki ke lokasi yang tengah diangkat di dalam cerita.

16.   BEST OF THE BEST
Kategori TERBAIK TERBAIK absolutely dianugerahkan kepada novel terbaik dari seri ini yang tidak hanya dipandang ‘nyaris sempurna’ dari semua sisi, tetapi yang terpenting dapat meninggalkan kesan yang mendalam bagi pembaca.

Review Novel: Paris: Aline, Prisca Primasari



Judul : Paris: Aline (STPC #1 Gagasmedia)
Penulis : Prisca Primasari
Jumlah Halaman : x + 214 hlm.
Genre : Young Adult Romance
Penerbit : Gagasmedia
Cover Designer : Jeffri Fernando
Tahun : 2014 (cet. kelima)
Harga : 38.000 (fb: Tokobuku Sukabaca)
ISBN : 978-979-780-577-7
Rating di Goodreads : 3.82 stars of 901 ratings
First Sentence : Wajah Sévigne Deveraux berseri-seri saat menerima paket dari sahabat Indonesia-nya.
Final Sentence : Namun, paling tidak aku tak perlu lagi memikirkan siapa yang akan mendampingi namaku di kartu undangan itu.

Don’t cry because it’s over, smile because it happens... (Dr. Seuss, p. 152)
            Aline Ofeli memutuskan untuk mengambil cuti selama seminggu dari bistro tempatnya bekerja paruh waktu demi mengusir rasa sakit hati yang menderanya ketika ‘Si Ubur-Ubur’—her crush—justru jadian dengan orang lain. Di tengah perjalanan pulang, Aline menemukan seonggok pecahan porselen di Jardin du Luxembourg. Pecahan porselen yang diletakkan petugas kebersihan di sudut kursi karena ia mengira porselen itu bernilai tinggi. Oleh Aline, porselen itupun ia bawa pulang dan ia coba untuk direparasi. Dan berbekal nama yang tertera di porselen tersebut, Aline pun akhirnya berhasil menemukan email dari orang yang diduga Aline merupakan pemilik dari barang mahal itu, Aeolus Sena. Tak lama setelah Aline mengirim email pada orang tersebut, email balasan dari Sena langsung masuk ke inbox Aline dan meminta agar mereka bisa bertemu di Place de la Bastille pukul 12 malam. Meskipun agak aneh mengingat Bastille adalah bekas penjara dan berhantu, Aline ternyata mau mengikuti permintaan Sena.
            Malangnya, Aline baru benar-benar bertemu Sena di malam yang ketiga karena Sena selalu membatalkan janjinya. Namun karena semakin penasaran dengan orang aneh yang mengajaknya bertemu di tempat se-spooky Bastille, Aline tetap saja datang ke sana setiap malam. Dan... dugaan Aline terhadap Sena yang sempat mengira Sena adalah seorang lelaki tua antisosial salah besar. Sena justru pria yang kelewat periang, heboh, dan eksentrik baik dari segi sifat maupun dandanannya yang memakai syal berlapis-lapis. Setelah akhirnya bisa bertemu dengan Sena—yang ternyata juga orang Indonesia—Aline sempat mencak-mencak marah, namun Sena menawarkan tiga permintaan apa saja sebagai imbalan.
            Berkat hutang tiga permintaan tersebut, Aline dan Sena lebih sering bertemu. Sena yang tetap heboh seperti biasanya ternyata mempunyai hobi ke tempat-tempat suram seperti Bastille dan pemakaman Pere Lachaise. Ia juga memiliki kerja sampingan sebagai tukang reparasi mesin tik yang menurut Aline kerjaan itu hanya karangan Sena mengingat siapa sih yang masih mau memakai mesin tik di era modern. Kedua hal tersebut kontan menyulut rasa penasaran Aline terhadap sosok Sena. Ditambah lagi, Sena juga mengatakan bahwa ia punya urusan pribadi dengan Ezra—tetangga Aline di apartemen. Puncaknya adalah ketika Sena tiba-tiba berlari kencang sesaat setelah mereka bertemu, dan kemudian, Sena tak muncul berhari-hari. Sekalinya ia datang, Sena menitipkan kantung plastik berisi porselen waktu itu dan video. Tak lama kemudian, Sena dijemput paksa seorang wanita berpakaian serba hitam.
            Berkat alamat yang sempat diteriakkan Sena ketika Aline mengikuti pria itu saat ia diseret paksa oleh the woman in black, Aline akhirnya dibawa takdir menemui kakak perempuan Sena dan suaminya yang pernah diceritakan Sena beberapa saat lalu. Lewat Marabel itulah akhirnya Aline tahu siapa wanita berpakaian hitam-hitam itu, lalu apa hubungannya dengan Sena, dan semua kunci jawaban terhadap kemisteriusan Sena pun ikut terjawab.
            Berbekal buku seharga 4000 dollar, Aline mempunyai misi super penting sekaligus genting yaitu meloloskan Sena keluar dari cengkeraman the woman in black and her partner in crime.
***
            Lagi-lagi, Kak Prisca Primasari berhasil memukau saya dengan cerita gubahannya yang terlalu sayang untuk dilewatkan. Seperti novel-novelnya yang lain, Kak Prisca selalu menyimpan misteri dalam cerita yang ia tulis. Saya masih ingat novel Will & Juliet yang saya baca entah kapan tahu itu yang mempunyai cerita aduhai memikat sekaligus misteri kenapa si Juliet seolah-olah buta pada malam hari (saya baru aja tahu kalau itu ternyata buah tangan Kak Prisca). Ya, membaca novel ini membuat saya kembali bernostalgia dengan atmosfer Will & Juliet yang heboh, ceria, sekaligus suram.
            Di seri pertama STPC terbitan Gagasmedia ini, Paris terasa tepat sekali ditempatkan sebagai pembuka. Ceritanya yang ringan (berkat karakter Aline dan Sena yang menyenangkan dan heboh) tetapi tidak biasa merupakan magnet yang cukup ampuh untuk membuat para booklover memburu seri-seri selanjutnya dari STPC ini. Dan yang paling penting, meskipun bertema romansa dengan menghighlight latar belakang cerita, dalam kasus ini Paris, deskripsi Paris yang Kak Prisca tuturkan tidak terlalu banci. Pas, maknyus, endang gulindang. Lewat tulisannya, Kak Prisca sukses membawa saya menyusuri jalan-jalan eksotis kota Paris yang dipagari kafe-kafe, berbau harum roti dan juga kopi. Nah, sekali ini lupakan dulu Eiffel Tower yang so cliche itu karena Kak Prisca justru membawa kita ke tempat-tempat biasa seperti kafe juga tempat-tempat tidak biasa seperti Bastille dan Pere Lachaise. Which is, menambah adanya kesan eksklusif dari ‘Paris: Aline’ ini dibanding novel-novel lainnya tentang Paris.
            Well, dulu sih saya sempat skeptis sama novel-novel berbau Paris karena pasti ceritanya begitu-begitu saja, tetapi ‘Paris: Aline’ kembali mengembalikan kenikmatan saya membaca France based-theme novel seperti ketika saya membaca Lost in Paris-nya Rahmania Arunita.
            Oh ya, chapter ‘River Flows in You’ sukses membuat dentingan piano Yiruma terngiang-ngiang di benak saya. Sudah lama sekali rasanya tidak mendengar lagu tersebut.
           Sebelum menutup, anyway, saya nggak suka sama konsep cover depan yang kertasnya memanjang begitu. Susah nekuknya kalau lagi baca. Dampaknya, malah binding buku yang bisa terbelah.
            Overall, Paris: Aline.... tres bien!
Apa dia tidak tahu kata mutiara tidak bisa mengubah apa pun? Cuma jadi penghias, penghibur yang gagal.

Rating
Cerita: 6,8 of 7
Cover: 6 of 7



 
Images by Freepik