Penulis :
Windry Ramadhina
Jumlah Halaman
: viii + 372 hlm.
Genre : New
Adult Romance
Penerbit :
GagasMedia
Cover Designer
: Levina Lesmana
Tahun : 2014
(Cet. 1)
Harga : pinjam
di perpusda
ISBN : 978-979-780-722-1
Rating di
Goodreads : 3.90 stars of 590 ratings
First Sentence : Air merintik deras dari
pancuran di langit-langit.
Final Sentence : “Selamanya.”
“Kalau begitu, biar aku jadi lautmu.” Tangan
Kai terulur untuk Hanna. “Aku akan membantumu meluruhkan semua cela itu.” Hal. 195
Hidup Hanna jungkir balik sejak orang yang ia
percaya sebagai tempat menambatkan hatinya memerkosanya. Selama setahun, ia
menghindar dari segala hiruk-pikuk dunia, menenggelamkan diri dalam trauma yang
tak dapat disembuhkan. Terapis adalah satu-satunya orang luar yang ia biarkan
untuk masuk dalam hari-harinya saat itu. Namun, setelah setahun berlalu, Hanna
pun kembali ke dunia luar dengan melanjutkan kuliahnya yang tertunda karena
cuti terminal. Walau begitu, ia tetap saja tak beranjak dari perasaan traumatis
dan membuatnya menjadi sosok yang amat tertutup dan sangat antipati terhadap
lelaki, sampai akhirnya garis hidupnya disinggungkan dengan garis hidup seorang
player bernama Kai.
Pertemuan Hanna dan Kai dimulai ketika terapis
Hanna menyadari adanya dentingan suara gitar yang terekam alat perekam Hanna.
Ya, gadis itu memang suka merekam suara apa aja di sekitarnya karena hanya
dengan itu ia merasa tidak kesepian. Hanna begitu terbuai dengan alunan suara
gitar tersebut, sampai akhirnya ia benar-benar bertemu dengan pemilik tangan
pemetik senar gitar yang sedang mendendangkan lagu yang sama di atap apartemen
Hanna. Mereka bersitatap beberapa saat sampai akhirnya dipisahkan oleh teman si
pemetik gitar.
Pertemuan Hanna dan Kai kembali terjadi ketika
mereka berada di bus yang sama. Kai yang tertarik pada Hanna langsung mengambil
tempat di sebelah Hanna, dan itu membuat Hanna benar-benar gelisah.
Sampai-sampai ia tidak dapat menghindar ketika sebuah batu melayang ke arahnya
saat bus tersebut terjebak di tengah-tengah tawuran. Kai yang melihat Hanna
terluka refleks melompat keluar dari bus dan menghajar orang yang melayangkan
batu ke arah Hanna.
Interaksi antar mereka pun semakin intens
sejak saat itu meskipun Hanna sempat diperingatkan Gitta, rekan Kai di band One
Day Charm yang juga merupakan tetangga Hanna di apartemen, kalau ia sebaiknya
menjauhi Kai karena cowok itu bukanlah cowok baik-baik. Namun Hanna tampaknya
terbuai dengan Kai sampai akhirnya, di apartemen Hanna, Kai melakukan sesuatu
kepada Hanna yang sejelas kristal mengingatkan Hanna akan traumanya. Kai yang
tidak pernah gagal mendapatkan apa yang ia mau dari seorang cewek jelas merasa
tersinggung dengan sikap defensif Hanna. Ia pun langsung meninggalkan Hanna,
sementara Hanna kembali ke kehidupannya yang kelabu karena perilaku Kai.
Hanna yang mendadak meninggalkan apartemen dan
absen dari kuliah menimbulkan kecurigaan Gitta bahwa gadis itu kembali
mengalami kejadian buruk. Saat ia tahu bahwa Kai memperlakukan Hanna seperti
yang cowok itu lakukan pada cewek-cewek lainnya, Gitta pun akhirnya membongkar
kenapa Hanna berbeda dari gadis lainnya. Kai, entah kenapa, benar-benar merasa
bersalah dan tak pantang menyerah mengejar maaf dari Hanna, si gadis dari
Ipanema. Meski Kai, si pria yang meminjam nama laut, hampir saja membuat Hanna
berfikir bahwa tak ada pria baik-baik di dunia ini, namun gadis itu tahu
bagaimana ia harus bersikap.
***
FYI,
INTERLUDE adalah novel yang tak pernah masuk dalam daftar book to read saya.
Saya sama sekali tidak tertarik dengan novel ini bahkan setelah saya membaca
beberapa review yang memuji novel ini. Jujur, Windry Ramadhina bukanlah
penulis favorit saya, bahkan saya tak pernah berminat untuk membaca buah
tulisannya kecuali jika bukunya termasuk dalam sebuah seri seperti London di
serial STPC. Predikatnya sebagai salah seorang penulis yang karyanya sempat
masuk nominasi Khatulistiwa Literary Awards tentu membuat nama Windry Ramadhina
tak bisa dipandang sebelah mata. Itu pulalah yang pada awalnya membuat saya
penasaran dan tertarik untuk mengulik karyanya. Kendati demikian, Orange dan
Memori (yang belum selesai saya baca) ternyata tak membuat saya tercengang,
cenderung mengerutkan kening malah karena nampaknya ekspektasi saya terhadap
Windry berlebihan. Ditambah lagi London yang juga tampil secara mediocre. Tetapi,
entah kenapa saat itu, di antara sekian banyak buku Gagasmedia yang ada di
perpustakaan di daerah saya (asal tahu saja, tampaknya Gagas punya aliansi
dengan perpust daerah saya karena hampir semua novel Gagas tersedia di sini),
saya malah memilih Interlude. Dan saya rasa, itu adalah pembuka mata saya bahwa
Windry Ramadhina memang layak menyandang predikat penulis yang berhasil masuk
nominasi Khatulistiwa Literary Awards, sementara saya mungkin hanya khilaf dan
mengalami bad mood parah saat membaca Orange dan Memori dulu karena
Interlude berhasil membuai saya dari kalimat pertama dan membuat saya berdecak
puas di kalimat terakhir.
Seingat
saya, tak pernah ada novel yang berhasil membuat saya terpukau sejak di kalimat
pertama, bahkan novel-novel Nicholas Sparks yang saya berikan penilaian
sempurna. Namun, Interlude berhasil menjadi novel perdana yang menghadirkan hal
tersebut sepanjang sejarah saya membaca buku. Kak Windry tidak membuat kalimat
dengan diksi yang rumit, juga dengan kompleksitas berbelit-belit untuk
mendeskripsikan bagaimana peristiwa memilukan yang tengah Hanna alami saat itu
yang pas sekali disandingkan dengan rintik hujan. Atmosfer dark tersebut
dengan suksesnya disalurkan kepada pembaca karena saya juga mendadak merasa
muram, yang juga sempat saya rasakan saat selesai membaca Forgiven-nya Morra
Quatro. Kesimpulannya, banyak memang bab pembuka yang berhasil membuat saya
terus melanjutkan membaca novel sampai ending, namun hanya INTERLUDE
yang mampu melakukan hal tersebut sejak di kalimat pertama.
Mengenai
penulisan, saya mungkin idiot karena saya baru sadar kalau Kak Windry
punya tulisan yang rapi. Bukan, saya tidak membicarakan tulisan tangan tapi
bagaimana Kak Windry memilih kata dan merangkai kalimat hingga menjadi
paragraf, dan bagaimana Kak Windry mengaitkan antar paragraf dengan tepat. Saya
fikir, tak ada kalimat, bahkan kata, yang sia-sia di novel ini. Semuanya seolah
mendukung kesempurnaan yang dihadirkan INTERLUDE. Semua hal difikirkan
matang-matang dan Kak Windry tahu apa yang benar-benar harus ia tulis dan apa
yang hanya menjadi aksesoris belaka sehingga tanpa hal itupun INTERLUDE tetap
melenggak sempurna bak seorang model kelas kakap di catwalk. Side story yang
ia sisipkan terhadap Gitta, Ian, dan Jun-pun terasa amat menyatu dengan plot
utama, tanpa hadir semata-mata sebagai distractor atau intermezzo di
tengah konflik Kai dan Hanna.
Mengenai
karakter, saya biasanya agak gerah sama tipe bad boy yang dipasangkan
dengan gadis baik-baik karena saya cenderung berada di sisi yang memegang teguh
istilah cewek baik-baik akan mendapatkan cowok baik-baik, begitupun
sebaliknya. Namun entah kenapa sosok Kai tidak membuat saya protes, bahkan
saya mendukung hubungannya dengan Hanna. Hanya saja, saya masih ragu, adakah bastard
boy nan bengal seperti Kai yang mempunyai kemampuan akademik luar biasa
bahkan bisa memperoleh IP sempurna 6 semester berturut-turut karena
sepengalaman saya, bad boy atau bad girl jarang yang punya
prestasi akademik bagus. Orang-orang berotak encer yang saya kenal, dari zaman
SD sampai sekarang, juga punya attitude yang baik karena mereka mampu
mengendalikan sisi emosional mereka. Adapun politikus yang tergolong snollygoster
adalah mereka yang mendapatkan nilai akademik bagus dengan penuh kecurangan.
Ah, malah jadi melantur kemana-mana. Oh ya, di blog-nya, Kak Windry sempat
membuat sketsa empat karakter utama di INTERLUDE beserta catatan what and
how they look like meskipun pada kenyataannya, ada beberapa dari catatan
tersebut yang akhirnya dieliminasi karena tidak digambarkan di INTERLUDE itu
sendiri.
Sudah
dapat dibaca dari review saya yang penuh puji puja, jelas saya akan
memberikan nilai sempurna untuk novel ini, dan dengan ini saya juga menasbihkan
diri untuk menjadi fans Kak Windry Ramadhina yang artinya, saya akan mengoleksi
dan membaca semua novel-novel yang Kak Windry tulis. Hari ini, saya sudah beli
Walking after You yang jika didasarkan atas rating di Goodreads adalah
novel terbaik Kak Windry. Cannot wait to read it for any longer.
Sebagai
tambahan, INTERLUDE ini mengusung genre baru yang disebut New Adult Romance
yang karakteristiknya juga pernah saya temui saat membaca Hujan dan Teduh karya
Wulan Dewatra. For further information, mungkin bisa dibaca di Goodreads
atau sumber lainnya di internet. Wassalam.
RATING
CERITA : 7 of 7
COVER : 7 of 7
Sketsa Kai |
Sketsa Gitta |
Sketsa Jun |
Thanks resensi nya :)
BalasHapusWatch movie online
Nice article thanks for sharing with us.
BalasHapusICSE 12th Result 2017
JKBOSE 10th Result 2017
JKBOSE 12th Result 2017
karnataka SSLC results 2017
Kerala Plus One Result 2017
keren banget yah
BalasHapusdaging bacon