Penulis : Nicholas Sparks
Penerjemah : Barokah Ruziati
Jumlah Halaman : 392 hal.
Genre : Young Adult Romance
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cover Designer : Marcel A.W.
Tahun : 2010
Harga : Rp. 30.000 (Beli kolpri di Toko Bagus. Hehe...)
One word about this book : Sacrifice
Entah sejak kapan saya mengagumi karya
Nicholas Sparks, saya sendiri kurang tahu. Dua judul novelnya yang saya baca
terlebih dahulu, Message in A Bottle dan The Notebook, kurang bisa menancapkan
kesan yang baik bagi saya untuk membaca karya-karya Sparks lainnya. Namun satu
hal yang baru saya ketahui, ternyata efek Sparks pada saya baru bekerja setelah
novelnya sudah saya baca berbulan-bulan, contohnya Message in a Bottle yang
saya habiskan dengan susah payah dan banyak mengeluh karena kalimat Sparks yang
panjang-panjang, namun ternyata sekarang saya malah merindukan semua adegan
yang ada di dalam novel tersebut. Oleh karena itu, melihat novel Dear John ini
yang dijual murah karena kolpri—padahal kondisinya 98% masih bagus banget—saya
langung memutuskan untuk mengambilnya dan melahapnya dalam 1 malam.
***
Dear John dibagi dalam 5 bagian yaitu prolog,
bagian 1, bagian 2, bagian 3, dan epilog. Pada bagian prolog—John Tyree, alias
si tokoh ‘aku’ tengah memandang Savannah yang tengah memberi makan kuda dari
kejauhan sambil merenungkan hal-hal yang telah terjadi padanya dan Savannah
selama ini. Tentu saja bagian ini tidak dapat menjelaskan apa-apa.
Bagian satu berisi masa-masa indah antara John
dan Savannah. John adalah seorang pemuda pemberontak yang tinggal di North
Carolina bersama sang ayah yang sangat pendiam. Ayah John yang hanya seorang
tukang pos membuat kehidupan mereka tak bisa dibilang kaya, sementara John yang
beranjak remaja tentu memiliki tuntutan-tuntutan tertentu seperti menginginkan
barang-barang yang dipunyai remaja seusianya. Puncak dari pemberontakan John
adalah ketika ia mulai muak dengan ayahnya yang hanya mengurusi koin dan koin
sementara jika koleksi koin itu dijual, mereka bahkan bisa kaya raya. Sampai
suatu waktu, John memutuskan untuk masuk militer.
Pertemuan John dan Savannah diawali ketika
John menolong Savannah dengan mengambilkan tasnya yang jatuh ke laut. Saat itu
Savannah dan teman-temannya tengah berada di North Carolina untuk kegiatan
Habitat for Humanity. Sebuah misi sosial memberikan rumah kepada orang-orang
yang membutuhkan. Sementara John sendiri sedang mengambil cuti militer selama 2
minggu sehingga memutuskan pulang ke kampung halaman. Sejak itu, pertemuan John
dan Savannah semakin intens. Mulai dari belajar berselancar, ke gereja, dinner
bareng, sampai bertemu dengan ayah John yang ternyata disukai oleh Savannah.
Sampai akhirnya, merekapun saling mengungkapkan cinta namun tak lama kemudian
harus berpisah karena John akan kembali ke Jerman meneruskan masa militernya.
Hubungan merekapun dilanjutkan dengan saling berkirim surat.
Bagian kedua, hubungan John dan Savannah mulai
diwarnai intrik-intrik terutama karena Savannah yang lebih mementingkan urusan
akademiknya dibandingkan John padahal ia punya alasan untuk itu. Johnpun yang
sangat menantikan masa cuti militernya tiba untuk menemui Savannah, mulai
merasa kecewa dengan sikap gadis itu.
Sekembalinya John ke Jerman, sebuah peristiwa
kembali menguji hubungan asmaranya. John memutuskan untuk memperpanjang militernya
setelah peristiwa 9/11 terjadi, dan itu artinya, rencananya untuk menikahi
Savannah akan tertunda. Surat-surat Savannah-pun semakin jarang John terima.
Sampai suatu saat, John menerima sepucuk surat dari gadis itu yang menyatakan
bahwa ia akan menikah.
Bagian ketiga, sepeninggal wafatnya sang ayah,
John yang telah menyelesaikan militer, kembali bertemu dengan Savannah di
kampung halaman gadis itu. Di sana, John tak menemui suami Savannah dimanapun,
namun keganjilan itu akhirnya terkuak. John-pun mengambil sebuah keputusan
besar di mana perasaannya kembali dipertaruhkan.
***
One day for a book! Wuh! Rasanya bisa dihitung dengan jari jumlah
buku yang saya selesaikan dalam satu hari, dan Dear John adalah rekor karena
ini satu-satunya novel terjemahan yang bisa saya tuntaskan kurang dari 24 jam.
Hal ini tak terlepas dari sudut pandang ‘aku’ yang digunakan penulis. Sudut
pandang orang pertama memang sering dipakai dalam novel apapun, namun rasanya
jarang sekali ada novel romance yang ‘aku’nya adalah seorang laki-laki. Hal ini
membuat saya sedikit antusias karena dengan begitu, ceritanya bisa lebih mudah
didalami. Apalagi John termasuk tokoh manusiawi, I mean, walaupun
militan identik dengan sosok cowok tangguh, namun John juga bisa ‘mellow’
bahkan menangis. Perasaannya John-pun tersampaikan dengan sangat baik
(khususnya kepada saya pribadi) seolah-olah dia benar-benar sedang curhat dan
saya menyimak dengan seksama. Yang paling saya suka dari novel ini adalah
hubungan antara John dan ayahnya yang menderita penyakit Asperger. Sempat
gregetan juga dengan karakter si ayah yang pendiam sekali, namun menjelang
wafatnya, saya dibuat terenyuh saat John mulai peduli dengan sang ayah.
But, tentu saja surat-surat Savannah untuk John adalah bagian
terbaik dari novel ini. Ya, memang surat-surat Savannah karena di sini tak ada
satupun surat dari John untuk sang kekasih.
Harus
kukatakan bahwa surat terakhirmu membuatku khawatir. Aku ingin mendengarnya,
aku harus mendengarnya, tapi aku mendapati diriku menahan nafas dan ketakutan
setiap kali kau bercerita seperti apa kehidupanmu yang sesungguhnya. Di sinilah
aku, bersiap-siap pulang ke rumah untuk merayakan Thanksgiving dan cemas
menghadapi ujian, dan kau berada di suatu tempat yang berbahaya, dikelilingi
orang-orang yang ingin menyakitimu. Aku hanya berharap orang-orang itu bisa
mengenalmu seperti aku mengenalmu, karena dengan begitu kau akan aman. Seperti
aku merasa aman saat aku berada di pelukanmu.
Dibandingkan dengan dua novel Sparks yang
sebelumnya saya baca, Dear John terasa lebih ringan dibaca, walaupun konfliknya
terasa lebih matang.
Prestasi juga saya berikan kepada Barokah
Ruziati yang menerjemahkan novel ini nyaris tanpa cela. Ini juga yang
mendongkrak salah satu kecepatan membaca saya karena Dear John versi Indonesia
ini benar-benar seperti ditulis oleh orang Indonesia. Dan good job juga
buat Marcel A.W., desainer cover. Ilustrasi yang pas sekali dengan setting
cerita yang 70% berada di kawasan pesisir.
Berat rasanya saat menemui lambing Gramedia di
halaman 387, cause that means, cerita John sudah harus berakhir. Tapi
tak apalah karena sebentar lagi kiriman A Walk to Remember juga bakal sampai ke
rumah.
From now, I’m officially Nicholas Sparks’s
fan.
Rating : 7 of 7
Tidak ada komentar:
Posting Komentar