Penulis :
Dahlian
Jumlah Halaman
: viii + 336 hlm.
Genre : Adult
Romance
Penerbit :
GagasMedia
Cover Designer
: Dwi Anisa Anindhika
Tahun : 2014
(Cet. 1)
Harga : 52.500
(fb: Tokobuku Sukabaca)
ISBN : 978-979-780-712-2
Rating di
Goodreads : 3.13 stars of 110 ratings
First Sentence : Laz menaikkan kerah jaket sport-nya,
berusaha melindungi tubuh dari sengatan udara malam.
Final Sentence : Hanya itu yang ia rasakan.
Namun, cinta datang seperti pencuri di malam
hari. Masuk dan mencuri hatinya tanpa diduga apalagi dicegah. Hal. 192
Demi
menenangkan diri sejenak dari persiapan pernikahannya yang tinggal beberapa
bulan lagi, Vanda nekat seorang diri terbang ke Casablanca. Kota yang
diketahuinya hanya dari sebuah film lawas yang ia sukai. Sejujurnya,
menenangkan diri bukanlah kata yang tepat. Vanda merasa bimbang apakah ia harus
tetap bersanding dengan Rommy di pelaminan atau mundur karena sebagian hatinya
merasa tidak sepakat dengan kehendak keluarga Rommy yang menyuruhnya untuk
menjadi ibu rumah tangga dan meninggalkan pekerjaannya. Vanda yakin,
kepergiannya ke Casablanca akan memutus komunikasinya dengan Rommy untuk
sementara waktu sebelum ia memantapkan pilihan.
Pada
kenyataannya, Vanda tidak mendapatkan apa yang ia kehendaki di Casablanca.
Alih-alih ketenangan, ia justru diganggu oleh seorang pria Indonesia yang terus
membuntutinya dan mencoba untuk mengakrabinya. Vanda memang mengakui kalau Laz,
pria itu, punya tampang yang lumayan tampan dan juga aura charming yang
memikat. Namun, bukan saatnya ia jatuh hati pada lelaki lain sementara rencana
pernikahannya saja di ambang kegagalan. Belum lagi rasa penyesalan akan
perbuatannya di masa lalu terus membayanginya. Ya, saat SMA, Vanda pernah
melukai hati seorang cowok hanya demi keeksisannya di clique. Padahal,
Vanda justru mencintai cowok tersebut, dan cinta itu tetap ia jaga sampai saat
ini.
Berkali-kali
tak digubris Vanda, akhirnya Laz berhasil meluluhkan hati gadis itu dengan
tindakan heroiknya. Membuat Vanda merasa nyaman di dekatnya adalah tujuan Laz
untuk memikat Vanda. Dan selanjutnya, memantapkan keraguan Vanda atas
kelangsungan upacara pernikahannya adalah hal berikutnya yang akan Laz lakukan
pada gadis itu. Hingga akhirnya, rencana besar yang ia susun secara dadakan itu
akan terlaksana. Dan pengorbanan luar biasa yang selama ini ia jalankan akan
berbuah manis.
Kenang-kenangan
buat Vanda sudah terbungkus rapi dalam kertas kado.
***
Jujur
saja, pada awalnya Casablanca dibumbui dengan berbagai hal tidak logis,
kebetulan-kebetulan yang terlalu dipaksakan, karakterisasi tokoh yang sangat
jauh dari kata loveable, dan plot yang menjemukan. Bagaimana tidak, Laz
yang baru pertama kali bertemu dengan Vanda di lobi hotel di Casablanca
tiba-tiba bersikap seolah-olah psikopat yang terus membuntuti Vanda
kemana-mana. Bisa dibilang obsesi Laz terhadap Vanda amat berlebihan. Respon
Vanda yang teramat antipati juga terasa kurang wajar apalagi ia tahu Laz juga
berasal dari Indonesia. Tahu sendiri kan bertemu bangsa setanah air di negeri
orang sudah seperti bertemu sepupu saja. Nah, ini Vanda dengan alasan kalau Laz
tetaplah orang asing baginya malah segitu menghindarnya dari Laz seolah-olah
cowok itu terjangkit penyakit menular yang amat menjijikkan. Sikap Vanda ini
mulai bisa dimaklumi ketika tingkat obsesif Laz padanya semakin meningkat.
Sampai disini, saya menganggap bahwa Casablanca akan jadi kandidat kuat trash
book tahun ini.
Di
luar cerita yang menjengkelkan tersebut, saya juga kurang suka gaya tulisan
Dahlian di novel ini terutama ketika ia seringkali menekankan bahwa Laz itu
seksi bla, bla, bla. Saya sih tidak masalah dengan penonjolan hal tersebut
hanya saja deskripsi tersebut selalu sering diulang sehingga malah membuat
jenuh. Apalagi jika bahasa yang digunakan tidak variatif. Selain itu, tanpa
bermaksud menyinggung SARA, saya juga tidak respek dengan ketidakkonsistenan
Dahlian dalam menggambarkan perspektif Vanda dan Laz terhadap agama. Saya sih
nggak mempermasalahkan apa agama Vanda dan Laz. Ok, di beberapa kesempatan,
Vanda dan Laz rasanya tak pernah sekalipun meminum sesuatu yang tidak
mengandung alkohol, dalam pandangan saya Vanda dan Laz mungkin bukan muslim.
Okelah saya nggak masalah sama sekali apalagi waktu mereka berkunjung ke Masjid
Hasan 2 dan ketika adzan berkumandang, mereka malah menjauh dari masjid
ditambah lagi sempat terfikir di benak Laz untuk mengecup bibir Vanda di tempat
tersebut, itu semakin menguatkan bahwa mereka berdua bukan muslim. Nah, yang
jadi masalah adalah ketika Laz menyarankan Vanda untuk sholat istikharah untuk
memantapkan keputusannya. See? Vanda dan Laz yang nggak pernah absen
mengkonsumsi minuman beralkohol (termasuk ketika Laz mengucapkan saran
tersebut) dan kabur waktu sholat 5 waktu tiba, tiba-tiba langsung membawa-bawa
sholat sunnah yang notabene hanya diketahui sebagian orang yang cukup mendalami
masalah agama. Sekali lagi, saya nggak mempermasalahkan bagaimana tingkat
religius Vanda dan Laz tetapi sama sekali susah ditarik benang merah antara
pandangan kedua tokoh terhadap agama yang mereka anut (yang dilihat dari sikap
mereka yang telah saya sebutkan sebelumnya) dengan ketika Laz mengungkit-ungkit
masalah shalat istikharah.
Kembali
lagi ke dugaan saya bahwa Casablanca akan jadi kandidat terkuat trash book tahun
ini, ternyata praduga tersebut salah besar. Ada alasan kuat kenapa Dahlian
membuat cerita yang tampak tidak logis tersebut di awal yang ternyata merupakan
bagian dari twist. Dengan hal itu, maka saya nobatkan bahwa Casablanca
ternyata tidak seburuk yang saya dan sebagian besar para reviewers anggap.
Tidak terlalu istimewa sih, pun ending-nya juga terkesan terburu-buru
sekali, namun bisalah dijadikan bacaan pengisi waktu luang.
Oh
ya, membaca buku ini, saya sama sekali tidak merasakan deskripsi setting yang
diangkat. Jauh di bawah ekspektasi sih mengingat Dahlian merupakan penulis yang
sudah banyak menghasilkan karya-karya yang bagus.
“Semua orang punya ketakutan saat akan menghadapi
perubahan besar dalam hidup. Kecemasan pada sanggup atau tidaknya kita
menjalani, itu soal biasa. Tapi, membayangkan kita akan menjalani hidup bersama
orang yang kita cintai, biasanya membuat kita bisa melawan ketakutan itu.” Hal. 182
Rating
Cerita :
5 of 7
Cover :
6,5 of 7
Tidak ada komentar:
Posting Komentar