Penulis : John
Green
Penerjemah :
Ingrid Dwijani Nimpoeno
Jumlah Halaman
: 424 hlm.
Genre : Young Adult
Romance, Sick-lit
Penerbit :
Qanita
Tahun : 2014
(cetakan VIII edisi kedua, Movie Tie-in)
Harga : 36.750
(beli di fb: Naufal Jasa Kurir)
ISBN :
978-602-1637-39-5
Rating di
Goodreads : 4.42 stars of 1,239,713 reviews
First Sentence : Di penghujung musim dingin usia ketujuh
belasku, Mom menyimpulkan aku depresi.
Final Sentence
: Sungguh.
Menghadapi hidup dengan kanker bersarang di
tubuhnya nyaris membuat Hazel Grace menyerah untuk bertahan. Paru-parunya kini
tak dapat lagi berfungsi normal. Pasokan oksigen yang ia butuhkan untuk
melanjutkan keberlangsungan hidup ditopang dari BiPAP dan tabung oksigen yang
harus selalu ia bawa kemanapun ia pergi sampai benda itupun menjelma menjadi
‘bayangan’nya yang ia namai Phillip. Aktivitas sehari-hari Hazel tak lepas dari
aktivitas di dalam cangkangnya yang aman, menonton TV dan membaca. Juga kuliah.
Namun ketika ia memutuskan untuk menghadiri Kelompok Pendukung yang
beranggotakan para penyintas dengan kisah hidupnya masing-masing, mendadak
kehidupan Hazel yang serba menjemukan disusupi satu sosok baru. Augustus
Waters. Pengidap osteosarkoma dan telah kehilangan salah satu kakinya.
Sehari-hari, ia ditopang dengan kaki palsu.
Jalinan kisah Hazel dan Gus tak terlepas dari
pertukaran kedua novel favorit masing-masing. Hazel dengan Ganjaran Fajar, novel thriller
action favorit Gus, dan Gus dengan Kemalangan
Luar Biasa milik Hazel yang selalu gadis itu jadikan inspirasi dalam tiap
sendi kehidupannya.
Obsesi Hazel terhadap kisah Kemalangan Luar Biasa ternyata mengalir
begitu pada Gus. Ada banyak pertanyaan di kepala mereka mengenai nasib-nasib
tokoh di dalam novel tersebut yang diakhiri dengan ending paling menggantung yang pernah ada. Hazel telah berkali-kali
mengirim surat ke Peter Van Houten namun tak ada satupun suratnya yang mendapat
balasan. Sampai akhirnya Gus membawa kabar mencerahkan dengan menunjukkan
balasan dari email yang ia kirimkan
ke penulis tersebut. Dari email itu
pulalah, Hazel akhirnya mendapat jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang selama
ini berputar di kepalanya. Sayangnya, jawaban tersebut tidak bisa didapat
dengan mudah karena Peter Van Houten tidak akan membeberkan kisah tersebut jika
tidak bicara empat mata, dan itu artinya, Hazel harus terbang ke Amsterdam
untuk melunasi rasa penasaran yang terus berkecamuk. Sayangnya, pergi ke
Amsterdam tak semudah berkendara ke negara bagian lain yang hanya ditempuh
sejam dua jam, karena selain keterbatasan biaya dalam melakukan perjalanan
internasional, baik kondisi Hazel dan Gus juga mensyaratkan mereka banyak hal
untuk dapat terbang selama berjam-jam.
Di luar hal tersebut, rasa cinta yang teramat
besar di antara kedua pasangan tersebut juga harus dihantui dengan kematian
yang tanpa diduga bisa begitu tiba-tiba datang. Apalagi sebagai penyintas yang
masih bertopang dengan berbagai macam obat dan peralatan medis, kematian ibarat
burung nasar yang berputar-putar di atas kepala mereka menunggu bangkai.
Bahkan, baik Hazel maupun Gus juga sudah menyiapkan busana kematian
masing-masing. Namun tak ada yang tahu, apakah paru-paru Hazel yang tenggelam
dalam kubangan air adalah pertanda baginya untuk tutup usia, atau justru kambuhnya
penyakit Gus, sang metaforis, yang menjadi sinyal kuat bahwa Hazel akan
meratapi kepergian sang kekasih ke alam baka.
Atau, mereka akan merenda kisah cinta ibarat
pangeran dan putri di negeri dongeng dengan embel-embel, happily ever after?
Bahkan kanker pun sesungguhnya
bukan orang jahat. Kanker hanya ingin hidup. Hal. 330
***
Sejujurnya sih, mereview sebuah novel
fenomenal dengan ulasan-ulasan mengenainya yang sudah bertaburan di berbagai
blog bak cendawan di musim hujan (ciah), adalah hal yang patut difikirkan
beberapa kali. Apalagi jika saya baru membacanya saat zaman keemasan novel
tersebut sudah lama berlalu. Memang bukan sebuah hal yang patut dipermasalahkan
sih, hanya saja ulasan saya terkesan basi. Okelah, mungkin perasaan ini terlalu
berlebihan, dan saya rasa, sampai disini saja pembuka review yang
nggak-penting-penting-banget ini.
Edisi Pertama Bahasa Indonesia |
Sejak membaca paragraf pertama TFiOS versi
terjemahan ini, saya terang-terangan mengerutkan kening. Beneran deh! Ada yang
salah! Alih-alih langsung terpukau, saya malah langsung buka laptop, baca TFiOS
versi e-book gratisan (hihihi), dan CLING! Sebuah bohlam menyala terang di
benak saya. Ternyata masalahnya ada di terjemahan. Saya pernah baca dua bab
TfiOS Bahasa Inggris (kemudian nyerah karena saya pencinta buku cetak sejati),
dan saya amat terpesona dengan gaya bercerita dan gaya bahasa Mr. Green yang
komikal. Sayangnya, versi terjemahan ini, mengutip vocabulary para blogger pengamat film, kacrut banget. To be honest, ini adalah kali kedua saya
mencoba membaca TfiOS versi terjemahan karena di kesempatan pertama, saya
benar-benar patah semangat dengan bahasanya yang amboi INDAH nian (pasti ngerti
kata yang amat ditekankan tersebut maksudnya apa, hehe), dan sukses menutup
buku bahkan sebelum bab 1 selesai. Di kali kedua, dengan pertimbangan bahwa
akan sangat mubadzir jika saya beli buku yang amat diidam-idamkan ini tapi
ternyata hanya jadi pajangan di rak, saya-pun berusaha sekuat tenaga menyantap
TFiOS versi terjemahan dengan perasaan kecut. Ini beneran kayak novel terjemahan
proyek akhir mata kuliah Translation dimana hasilnya ya begitulah. Namanya juga
bukan profesional jadi hasilnya pun setengah jadi. Sebelas tiga belas dengan
hasil terjemahan google translator. Dialognya
sumpah kaku sekali. Sepanjang penceritaan, saya nggak feel dan dengan berat hati, buku ini bukan jodoh saya. Lagi-lagi,
saya dibuat kecewa oleh penerbit-penerbit di bawah naungan Mizan karena
ketidakcermatannya memilih penerjemah. Dulu, saya juga sempat dibuat frustasi
membaca terjemahan Style, dan sampai sekarang, saya tidak meneruskan membaca
novel tersebut. For excuse, TFiOS
memang punya gaya bahasa yang amat khas. Yang akan susah dicari padanannya
dalam Bahasa Indonesia jika tidak cermat.
Dari segi cerita, saya sih tidak terlalu bisa
memberikan penilaian yang fair karena
jujur saja, saya sudah ke-distract dengan
betapa annoying-nya membaca buku
dengan terjemahan, pardon my french, kacrut.
Jadi saya hanya bisa bilang, ceritanya asyik. Mungkin yang saya bisa komentari
hanya penokohan Hazel dan Gus yang tidak terlalu menarik. Jika di luar sana
banyak reviewer yang menobatkan Gus
sebagai boyfriend of the week, boyfriend
of the month, boyfriend of the year, atau bahkan boyfriend of the century, saya justru sama sekali tidak menangkap
hal yang istimewa dari Gus selain dia orang yang cukup menyebalkan. Untuk
sekarang, saya tidak dapat merujuk kembali apa sih yang menyebalkan dari Gus
karena review ini dibuat jauh setelah
saya membaca TFiOS sehingga saya sudah banyak lupa sama detail-detail
ceritanya. Kalau tidak salah ingat, rasanya saya kurang sreg sama gaya bicara
Gus yang bertele-tele kesana-kemari (he
said it was metaphor) dan seperti kata Isaac di dialog berikut ini:
“Sungguh,” lanjut Isaac. “Augustus Waters begitu banyak
bicara sehingga dia akan menyelamu di upacara pemakamannya sendiri. Dan, dia
sangat sok: Demi Yesus Kristus, anak itu tidak pernah buang air kecil tanpa
merenungkan betapa berlimpahnya gaung metaforis produksi limbah manusia. Dan
dia sangat membanggakan ketampanannya: aku yakin aku belum pernah menjumpai
orang yang lebih menarik secara fisik dan lebih menyadari daya tarik fisiknya
sendiri daripada dia. Hal. 346
English Version |
Hazel-pun sebenarnya kurang menarik hati, terutama dengan
kelebay-annya (oops) yang meskipun tidak terlalu sering diumbar, tetapi cukup
bikin ilfeel.
“Hai, aku berada di Jalur cepat di Eighty-sixth and
Ditch, dan aku perlu ambulans. Cinta terbesar dalam hidupku
mengalami kegagalan fungsi selang-G.” Hal. 329
Yang jelas, saat membaca novel ini, kedua
tokoh ini tidak dapat memikat saya dengan perannya masing-masing. Tetapi, saya
justru suka sama karakter Hazel yang diperankan oleh Shailene Woodley. Dia
terlihat lebih lembut dibanding Hazel versi buku.
Terakhir, mengenai cover, saya sengaja memilih
TFiOS versi movie tie-in karena ini salah satu poster film terbaik yang pernah
saya lihat. Dan saya memang tak salah memutuskan, karena cover buku amat sangat
indah dipandang dibanding versi terdahulunya yang seperti novel anak-anak. Oh
ya, kalau ada kesempatan, saya jelas akan segera memesan TFiOS versi Bahasa
Inggris dan baca ulang. Saya yakin, ada banyak hal menakjubkan yang saya
lewatkan saat membaca versi terjemahan ini.
Tak peduli betapa hebat kau menendang, tak peduli betapa
tinggi yang kau capai, kau tidak bisa memutar satu lingkaran penuh. Hal. 169
Rating
Cerita : 6 of 7.
Terjemahan : 3 of 7
Cover Terjemahan : 6,9 of 7
Cover Asli : 6,9 of 7
wah udah nonton filmnya
BalasHapusharga casing sosis