Pages

Jumat, 06 Juni 2014

Review Novel: The Alpha Wife, Ollie



Judul : The Alpha Wife
Penulis : Ollie
Jumlah Halaman : x+194 hlm.
Genre : Domestic Romance, Adult Romance
Penerbit : Gagasmedia
Cover Designer : Dwi Anissa Anindhika
Tahun : 2009
Harga : Rp. 32.000
ISBN : 978-979-780-381-0
Rating di Goodreads : 3,2 stars of 23 reviews
One word about this book : Simple

Dominasi isteri dalam rumah tangga memang biasanya menjadi kemelut tersendiri dalam kehidupan domestic tersebut. Dan hal itu tengah terjadi dalam kehidupan rumah tangga Lena dan Eric.
Lena, sebagai editor-in-chief sebuah majalah fashion ternama menuntut kehidupan yang mewah dan serba glamor. Berbanding terbalik dengan suaminya, Eric, yang hanya seorang guru TIK di sebuah SMA. Lena sendiri tidak pernah mempermasalahkan bagaimana cara agar gaya hidupnya yang serba lux itu dapat terpenuhi. Ia punya uang yang lebih dari cukup untuk membeli tas, sepatu, atau baju-baju branded, bahkan untuk membayar segala tagihan rumah. Dan ia sama sekali tak keberatan soal itu. Ia tak keberatan jika suaminya dianggap ‘numpang hidup’ karena penghasilannya yang lebih besar dari Eric. Yang menjadi permasalahan adalah profesi Eric yang tampak jomplang dengan karir Lena.
Sebagai seorang yang berkantong tebal, Lena merasa malu ketika mengetahui bahwa Eric memilih kamar kelas III saat ia kecelakaan. Ditambah lagi saat itu Lena juga didampingi dua teman kantornya saat mengunjungi Eric di rumah sakit. Melihat jurang yang menganga tersebut, Mala—salah satu kawan Lena—merekomendasikan Lena untuk menyuruh Eric alih profesi karena karir Lena bisa saja jadi korban.
Lena sendiri sebenarnya sudah beberapa kali menawarkan pada Eric agar bekerja di perusahaan besar, namun Eric tidak menghiraukan permintaan isterinya. Ia fikir, guru adalah pekerjaan mulia. Ia nyaman dengan rutinitasnya menghadapi murid-murid dan berbagi ilmu dengan mereka. Namun suatu waktu, Eric akhirnya mau juga menuruti permintaan isterinya untuk mengikuti wawancara kerja di sebuah perusahaan bergengsi. Sayangnya, karena mengurus rapat guru, Eric terlambat menghadiri wawancara tersebut dan sang empunya perusahaan amat tidak berkenan dengan hal itu.
Lena malu besar setelah mendengar hal tersebut. Ia marah dan mendiamkan Eric beberapa hari. Usaha Eric untuk berdamai dengan isterinya terus saja gagal. Bahkan ketika ia menerima kabar gembira karena ia mendapat pelatihan IT gratis di Belanda, Lena justru memojokkan Eric dengan berkata bahwa ilmu yang akan Eric dapatkan dari pelatihan itu sama sekali tak berguna kalau ujung-ujungnya hanya untuk jadi guru. Gantian, Eric yang marah besar sampai-sampai ia memutuskan untuk minggat dari rumah dan memilih untuk menyewa kos dengan uang yang serba pas-pasan.
Perpisahan tersebut akhirnya membuat masing-masing dari mereka merenungi kehidupan yang telah mereka jalani. Perbedaan yang telah mereka pilih. Dan keputusan apakah mereka akan melanjutkan rumah tangga dengan titik temu yang remang-remang, berpisah karena ego masing-masing, atau mengalah untuk memenangkan salah satu pihak.
***
            Satu-satunya alasan saya memilih novel ini saat mengunjungi perpustakaan daerah adalah karena judulnya yang benar-benar meneriakkan bahwa novel ini bergenre domestic romance. Genre yang selama ini sangat ingin saya arungi tetapi tak pernah tersentuh. Sebagai penjelajah, saya tidak ingin stuk di genre tertentu saja meskipun tetap saya punya jenis-jenis cerita tersendiri yang difavoritkan.
            Sejak awal, novel ini sudah membawa pembaca ke dalam intrik yang dihadapi pasangan suami isteri beda ‘kasta’. Okelah, mungkin kata ‘kasta’ terlalu esktrim, but you know what I mean. Seperti yang dibilang sendiri oleh penulisnya di kata pengantar, novel ini ia tulis memang berdasarkan realita di masyarakat yang mempersepsikan bahwa rumah tangga yang terdiri atas isteri yang berpenghasilan lebih tinggi dari suaminya akan sulit mencapai tingkatan sakinah, mawaddah, wa rahmah. Dan itulah yang terjadi dalam novel ini. Isteri yang tampak lebih superior menuntut sang suami agar memilih pekerjaan yang bisa dibandingkan dengannya. Bukan karena masalah gaji yang lebih kecil, tetapi semata-mata karena gengsi. Lena gengsi jika klien-klien atau pelanggan majalahnya tahu bahwa pimpinan sebuah majalah fashion ternama justru bersuamikan seorang guru.
            Secara keseluruhan, novel tipis ini memang tidak bertele-tele dalam menyampaikan konflik. Dan klimaks serta penyelesaiannya pun berjalan natural. Hanya saja, gaya menulis Ollie terlalu sederhana. Seolah-olah tulisannya hanya seperti jurnal pribadi yang minim diksi-diksi canggih atau taro lah pilihan kata yang tampak lebih puitis. Oleh karena itu, jangan pula berharap ada quote-quote menarik yang bisa dikutip seperti novel Gagasmedia kebanyakan. Mungkin hal ini juga tak terlepas dari status The Alpha Wife sebagai novel Gagasmedia angkatan tengah alias satu angkatan sama Test Pack, Baby Proposal, yang ditandai dengan pemakaian kertas yang putih dan licin itu (nggak tahu namanya) dan cerita serta pilihan diksi yang sederhana.
            dunia profesi yang diangkat Ollie juga sebenarnya cukup menjanjikan untuk membuat cerita ini berjalan lebih menarik dan berisi. Namun lagi-lagi, sayangnya penjabaran tentang kesibukan para staf majalah fashion seolah hanya numpang lewat. ‘Good Fight’nya Christian Simamora saya rasa lebih berhasil untuk mengangkat kehidupan di balik layar sebuah fashion magazine.
            Dan di balik semua kesederhaan yang terdapat di dalam novel ini, syukurnya The Alpha Wife dibungkus dengan sampul yang amat cantik. Minimalis namun berkesan. Oh ya, saya juga lebih sreg sama judul yang disampul ‘Alpha Wife’ dibanding ‘The Alpha Wife’ yang entah kenapa terdengar seperti novel paranormal romance. Hehe...
            Kesimpulannya, novel ini memang tidak bisa dibilang ‘wow’ tetapi juga tidak bisa disebut mengecewakan. It’s still worth it to read! Trust me!

Rating
Cerita : 5,5
Cover : 6,2

 
Images by Freepik