Pages

Sabtu, 24 Januari 2015

Review Novel: The Rescue (Penyelamatan), Nicholas Sparks



Judul : The Rescue (Penyelamatan)
Penulis : Nicholas Sparks
Penerjemah : Marina Suksmono
Jumlah Halaman : 488 hlm.
Genre : Family Drama, Adult Romance
Penerbit : Gramedia
Cover Designer : Eduard Iwan Mangopang
Tahun : 2005
Harga : 27.000 (beli di Bukalapak: GB Magz)
ISBN : 979-22-1564-6
Rating di Goodreads : 4.08 stars of 166,918 reviews
First Sentence : Badai ini nantinya disebut sebagai salah satu badai paling dahsyat dalam sejarah North Carolina.
Final Sentence : “Kau dengar itu, Mitch? Ibumu bilang kau tampan.”

“..... Kurasa yang membuatku sedih adalah karena takkan ada lagi pertama kali bersamamu.” Hal. 312

            Kecelakaan mobil di tengah cuaca buruk tidak akan menjadi hal terpahit yang harus Denise Holton hadapi jika saja ia tak kehilangan putra dalam peristiwa tersebut. Kyle, seorang anak berusia 4 tahun dengan perkembangan memahami bahasa yang amat terlambat, lenyap dari kursi belakang saat mobil yang dikendarai Denise Holton menabrak pohon dan membuatnya pingsan sesaat. Untungnya, seorang sukarelawan pemadam kebakaran, Taylor McAden menemukan mobil Denise, dan bersama-sama dengan regu penyelamat lainnya, ia memasuki rawa di tengah badai yang tengah berkecamuk untuk mencari Kyle. Denise sendiri tak dapat berbuat apa-apa selain menangis karena ia sendiri tengah terluka. Selain itu, fakta lain yang membuatnya semakin terpuruk dalam kesedihan adalah bahwa Kyle tidak akan menyahut jika namanya hanya dipanggil. Ia harus ditemukan. Kyle tidak akan keluar sendiri seandainya ia memang tersesat di tengah rawa.
            Setelah lima jam pencarian, Taylor-lah yang berhasil menemukan Kyle yang tengah bersembunyi di sarang bebek. Secara naluriah, Kyle langsung melompat ke pelukan Taylor dan sejak saat itu, ia selalu merasa terikat dengan sang penyelamat.
            Penyelamatan yang dilakukan Taylor membuat jalan hidup dan Denise dan pria tersebut bersinggungan. Apalagi, Judy—ibu Taylor—lah yang menghibur Denise selama ia di rumah sakit. Harap-harap cemas menunggu kabar pencarian puteranya. Selain karena telah menyelamatkan nyawa putera semata wayangnya, Denise juga terkesan pada Taylor yang memperlakukan Kyle selayaknya anak normal. Ia amat peduli pada Kyle, dan hal tersebut semakin membuat Kyle dekat dengan Taylor.
            Taylor dan Denise-pun akhirnya menjajaki hubungan sebagai sepasang kekasih. Kendati demikian, ketika Denise meminta komitmen Taylor tentang kelanjutan hubungan mereka ke arah yang lebih serius, Taylor justru berubah, cenderung menghindar, sampai suatu saat, Denise memutuskan untuk mengakhiri hubungan tersebut jika Taylor masih tak bisa lepas dari bayang-bayang masa lalu suramnya.
            Meski jauh di lubuk hatinya Taylor masih teramat mencintai Denise, namun peristiwa di masa lalu tersebut terus memerangkapnya. Semua hal yang ia lakukan, termasuk dalam hubungan percintaan, secara tak sadar dilakukannya hanya sebagai bentuk penyelamatan.
            Mungkin, Taylor harus merasakan kehilangan orang terdekat terlebih dahulu untuk menyadarkannya bahwa masa lalu hanyalah kenangan yang tak sepatutnya terus dibawa-bawa ke masa mendatang.
***
              Formula The Rescue memang tidak sama persis seperti Message in a Bottle tetapi entah kenapa saya selalu teringat cerita tersebut. Mungkin hal yang membuat kedua novel tersebut sama hanya karena tokoh utamanya sama-sama seorang pria dewasa dan seorang ibu single parent.
English Version (US)
            Sejak awal, The Rescue sudah menunjukkan kekuatannya sebagai sebuah novel dengan dibumbui drama keluarga, meski dalam hal ini hanya terjadi antara ibu dan seorang anak yang mengalami gangguan proses berbahasa. Denise digambarkan sebagai seorang ibu yang pantang menyerah dalam mengajari Kyle agar mampu memahami konsep bahasa. Ia datang ke berbagai dokter untuk mendapatkan keterangan mengenai kondisi Kyle, namun diagnosa yang didapatnya berbeda-beda. Ia membaca buku-buku psikologi, bahkan terpaksa harus menyisihkan uangnya untuk membeli buku yang tidak murah tersebut, untuk tahu treatment terbaik yang bisa ia berikan agar Kyle mampu seperti anak lainnya karena ia yakin Kyle tidak menderita autisme. Ia juga kerja banting tulang demi menghidupi dirinya dan Kyle setelah orang yang membuatnya hamil justru lari tanpa tanggung jawab dan kedua orangnya meninggal dunia. Sedikit warisan yang ia dapatkan pun ia gunakan untuk membeli rumah, pindah dari Atlanta ke Edenton untuk memulai hidup baru.
            Jika Denise digambarkan sebagai karakter yang tangguh, maka sang hero, Taylor McAden, justru digambarkan sebagai lelaki yang rapuh. Secara fisik, ia memang kuat. Ia berjasa besar dalam menyelamatkan orang-orang yang nyaris menjadi korban dari sebuah kecelakaan, namun secara psikis, Taylor justru didera kepedihan yang terus ia tanggung sejak usianya 9 tahun.
Peristiwa di masa lalu memang tampaknya menjadi trademark novel-novelnya Nicholas Sparks karena beberapa novel lainnya juga mengandung elemen demikian. Yang juga menjadi dalang utama mengenai kerenggangan hubungan yang dialami oleh kedua tokoh utama. Dan saya rasa, hal itu justru terasa manusiawi. Nicholas Sparks selalu memberikan ‘cela’ bagi karakter-karakter ia buat. Setahu saya, tak pernah ada karakter buatan Nicholas Sparks yang sempurna. Oh ya, dan entah kenapa Nicholas Sparks juga tak pernah tergerak untuk menciptakan tokoh utama yang kaya raya. Denise dan Katie (tokoh utama di Safe Haven) adalah contoh karakter yang mengalami kendala finansial, sementara sisanya juga berasal dari kalangan biasa-biasa saja. Paling, hanya Travis yang tampaknya lumayan berkecukupan sebagai dokter hewan. Cerita selalu bergulir di tengah masyarakat biasa sehingga membuat hal ini terasa dekat dengan pembaca. Tidak ada umbaran kemewahan yang berlebihan.
UK Version
Jangan lupa pula, seratus persen karya Nicholas Sparks adalah melodrama meskipun ada yang juga yang sedikit dibumbui komedi seperti The Choice. Nah, The Rescue adalah full melodrama. Kalau bagi saya pribadi, tear-jerker scene dalam novel ini adalah saat Kyle hilang di tengah badai dan ketika Taylor menceritakan masa lalu yang membuat hubungannya dan Denise hancur. Sebenarnya ada satu lagi sih momen mengharukan yaitu ketika Kyle mengucapkan pernyataan cinta pada ibunya padahal Denise tak pernah sekalipun mengajarkan kata-kata itu.
Entirely, novel ini sekali lagi menunjukkan kepiawaian Nicholas dalam menyajikan drama romansa berbalut drama keluarga. Jarang sekali saya bisa menamatkan sebuah novel setebal hampir 500 halaman dalam waktu sehari, dan hal itu hanya terjadi jika novel tersebut benar-benar mampu memukau saya.
Oh ya, entah kenapa novel Nicholas Sparks yang saya baca akhir-akhir ini jarang yang sad ending padahal saya juga bacanya random. Tidak berurutan sesuai tahun terbit.
           
Rating
Cerita : 6,5 of 7.
Terjemahan : 7 of 7
Cover Terjemahan : 6 of 7
Cover Asli : 6,5 of 7


Review Novel: Good Omens (Pertanda-Pertanda Baik), Neil Gailman & Terry Pratchett




Judul : Good Omens (Pertanda-pertanda Baik)
Penulis : Neil Gaiman & Terry Pratchett
Penerjemah : Lulu Wijaya
Jumlah Halaman : 520 hlm.
Genre : Satirical Comedy, Black Comedy, Fantasy
Penerbit : Gramedia
Cover Designer : Satya Utama Jadi
Tahun : 2010
Harga :  30.000 (beli di fb: Dojo Comic)
ISBN : 978-979-22-5622-2
Rating di Goodreads : 4.26 stars of 219,274 reviews
First Sentence : Hari yang indah.
Final Sentence : Bersandar penuh harap ke arah Tadfield........ selamanya.

            Menurut buku ramalan yang ditulis Agnes Nutter si Penyihir (satu-satunya buku berisi ramalan yang sangat akurat, ditulis tahun 1655, sebelum penulisnya meledak), dunia akan kiamat pada hari sabtu. Sabtu minggu depan, tepatnya. Persis sebelum saat makan malam. Maka balatentara Baik dan Jahat pun berkumpul. Atlantis muncul ke permukaan, katak-katak berjatuhan dari langit, orang-orang menjadi mudah marah. Kelihatannya segala sesuatu yang terjadi sesuai Yang Sudah Direncanakan. Tetapi ada malaikat rewel dan setan yang gemar hidup nyaman—dua-duanya sudah hidup di tengah manusia sejak Permulaan dan lama-kelamaan lumayan menyukai gaya hidup begini—yang tidak senang membayangkan Armageddon akan segera tiba. Selain itu, sepertinya si anak Antikristus dikirim ke tempat yang salah ....
***
            Jika membaca blurb di atas, cerita ini memang tampak konyol dan ngawur. Jujur, saya banyak sekali tertawa membaca novel ini, terutama saat mendapati kedua tokoh utama novel ini adalah Aziraphale—sang malaikat yang saya rasa terkesan agak lemot dan kurang update terhadap perkembangan dunia—dan sang iblis, Crowley, yang parlente, terkesan lebih pintar dari si malaikat, sekaligus usil. Ya, seperti yang tergambar di blurb di atas, Aziraphale dan Crowley sudah amat lama berada di atas dunia, menyamar sebagai manusia, dan akhirnya kerasan dengan pola hidup bumi. Bahkan saking betahnya, mereka merencanakan untuk menggagalkan Armageddon yang akan segera datang sehubungan dengan munculnya si anak Antikristus. Sebagai seorang-yang-bukan-apa-apa di neraka, Crowley ditugaskan kedua Duke Neraka, Hastur dan Ligur, untuk menukar sang bayi Antikristus dengan anak seorang Atase Budaya Amerika. Sayangnya, bayi tersebut justru tertukar dengan bayi satunya yang juga tengah dilahirkan di rumah sakit gereja Ordo Celoteh Santa Beryl.
            Selain tingkah laku konyol si malaikat dan iblis yang kali ini menjalin persahabatan baik, saya juga amat menyukai part si anak Antikristus bersama teman-temannya yang disebut geng Mereka. Nama geng yang aneh memang, dan itulah yang menjadi titik jenaka novel ini. Selain Mereka, ada juga anjing titisan neraka yang ditugaskan untuk menemani si anak Antikristus, dan nama anjing tersebut pun tak kalah unik. Anjing. Ya, nama anjing titisan itu adalah Anjing. Ngomong-ngomong mengenai geng Mereka, yang membuat saya amat memfavoritkan tiap bab yang memuat interaksi antar anak Antikristus dan kawan-kawan adalah kepolosan sekaligus ke-sokdewasaan mereka sebagai anak-anak. Pokoknya, jenuh seketika langsung hilang kalau adegan si geng Mereka ini tiba.
            Selain geng Mereka, ada satu geng lagi yang membuat saya terbahak-bahak. Menjelang akhir jaman, Agnes Nutter, si penyihir yang ramalannya selalu tepat sudah meramalkan bahwa akan ada empat Para Pengendara Kuda Hari Kiamat yang akan datang yaitu Kematian, Perang, Kelaparan, dan Polusi. Anehnya, geng yang disebut-sebut sebagai Horsemen ini justru datang dengan mengendarai sepeda motor gede (gubrak!). Dan parahnya, ada sebuah geng motor yang amat terinspirasi dengan Para Pengendara Kuda Hari Kiamat sehingga mereka memutuskan untuk menjadi Para Pengendara Kuda Hari Kiamat dengan nama-nama yang luar biasa kocak. Penyerangan Jasmani yang Parah, Kekejaman terhadap Binatang, Orang-Orang Super Cool, dan Menginjak Tahi Anjing (yang sebelumnya adalah Semua Orang Luar Negeri Terutama Orang Perancis, sebelumnya lagi adalah Benda-Benda yang Tidak Bekerja dengan Baik Meski Sudah Dipukuli, sempat mengajukan nama sebagai Bir Tanpa Alkohol, dan pernah menyandang nama Masalah-Masalah Pribadi yang Memalukan dalam waktu singkat).
            Berbagai hal konyol dan nyentrik pun mewarnai novel ini seperti misalnya Crowley yang masuk ke dalam telepon saat dikejar si Duke Neraka dan akhirnya si Duke Neraka tersebut terperangkap dalam jaringan telepon (belakangan berhasil ke luar saat ada nomor telepon yang mau menghubungi Crowley). Kurang ajaib apa coba! Belum lagi kemunculan alien, orang-orang Tibet yang muncul dari dalam tanah, dan hujan ikan yang ditanggapi penduduk dengan tidak terlalu terkaget-kaget.
            Kalau ditilik sekilas, cerita ini memang tampak membuat lelucon terhadap unsur-unsur keagamaan (apalagi salah satu tokoh disini juga disebut Metatron alias suara Tuhan). Namun, percayalah, jika dipahami secara komprehensif, novel ini justru menyimpan amanat yang amat bagus, sedikit menyinggung (that’s why I tag this as satirical comedy), dan tentu saja fantasi. Kalau novel ini dianggap sebagai pembangkangan terhadap nilai-nilai keagamaan dan sebut saja sekontroversi The Da Vinci Code, tidak mungkin Vatikan sampai punya satu eksemplar novel ini di perpustakaan pribadinya.
            Hanya saja, saya rasa butuh perjuangan berat untuk menuntaskan novel ini karena selain halamannya yang lumayan tebal, tokohnya yang luar biasa banyak, hal yang membuat novel ini butuh konsentrasi ekstra untuk melahapnya adalah karena alurnya yang random. Benar-benar random.
            Oh ya, novel ini bertaburan catatan kaki yang tidak seperti lazimnya berisi informasi mengenai istilah-istilah asing, catatan kaki di novel ini justru berfungsi sebagai penambah kekonyolan (nggak tahu apa istilahnya).
            Yang jelas, kalau ingin menikmati pengalaman membaca sebuah buku yang berbeda, Good Omens adalah bacaan yang sangat direkomendasikan.
           
Rating
Cerita : 6,5 of 7.
Terjemahan : 7 of 7
Cover Terjemahan : 6,5 of 7
Cover Asli : 6,5 of 7

 
Images by Freepik