Penulis : Arumi
E.
Jumlah Halaman
: viii + 316 hlm.
Genre : Adult
Romance
Penerbit :
GagasMedia
Cover Designer
: Dwi Anisa Anindhika
Tahun : 2014
(Cet. 1)
Harga : 49.500
(fb: Tokobuku Sukabaca)
ISBN : 978-979-780-668-0
Rating di
Goodreads : 2.49 stars of 39 ratings
First Sentence : Gadis itu menghela nafas
panjang.
Final Sentence : Ucapan Alaric seketika
merekahkan senyum di bibir lembut Kiara.
“Namanya saja dunia hiburan. Semua
serbadrama....” hal. 81
Berkat ajakan
seorang warga negara Perancis yang baru dikenalnya di kereta, Kiara tertarik
untuk menginjakkan kaki di negeri Ratu Grace Kelly. Sayangnya, tidak lama di
negeri tersebut, Kiara memutuskan untuk kembali ke Perancis karena lelaki yang
bernama Bertrand, yang ditemuinya di kereta beberapa saat lalu, tiba-tiba
menghilang dengan misterius ketika mereka tengah berada di sebuah kafe.
Setahun
berlalu, Kiara kembali berkesempatan untuk menyambangi Monte Carlo karena film
yang ia mainkan akan melakukan syuting di kota tersebut. Tentu saja di benak
Kiara masih terbayang-bayang Bertrand yang meninggalkannya tanpa pamit dan
terkesan terburu-buru. Dengan harapan bertemu dengan Bertrand, Kiara malah
berjumpa kembali dengan seorang pria Indonesia yang pernah mengobrol dengannya
di kereta menuju Paris. Pria yang berkiprah sebagai sutradara film indie di
negeri menara Eiffel itu ternyata didapuk sebagai sutradara film yang akan
dibintangi Kiara, Theodore dan Almira.
Proses syuting Kiara di Monte Carlo tidak berjalan
lancar seperti yang sudah-sudah. Alaric, sang sutradara, berkali-kali meng-cut
adegan lalu membentak Kiara dengan omongan yang dianggap Kiara kasar dan
keterlaluan. Kiara, yang terkenal sebagai seorang selebritas yang hobi
melarikan diri, tidak terima dengan bentakan Alaric lalu memutuskan untuk
berpesiar keliling Monte Carlo seorang diri. Pilihannya jatuh pada sebuah kafe
dimana dulu Bertrand sempat meninggalkannya. Dan betapa terkejutnya Kiara
karena di kafe tersebut, ia mendapati potret dirinya yang pernah diambil
Bertrand. Saat itu pulalah, tiba-tiba Bertrand muncul dan menjelaskan perihal
ketergesaannya setahun yang lalu pada Kiara. Namun, pertemuannya tidak berjalan
lama karena Alaric, yang sudah sering mendengar tentang kemisteriusan Bertrand
dari Kiara, muncul dan mengajak Kiara kembali ke lokasi syuting.
Setelah
kepergian Kiara sehari yang lalu, nyatanya proses syuting Theodore dan
Almira masih saja menghadapi tantangan terutama karena Kiara yang berakting
asal-asalan. Alaric yang merasa putus asa menghadapi sikap Kiara yang tidak
kooperatif memutuskan untuk mundur dari produksi film dan memutuskan untuk ikut
minggat dari Monte Carlo. Namun, kali ini, gantian Kiara yang menjemputnya
karena Kiara merasa asisten sutradara yang bertugas menggantikan Alaric tidak
memiliki sense of film directing sebaik Alaric. Semenjak itulah Kiara
sadar bahwa Alaric memang tidak salah. Gambar-gambar yang diambilnya bagus dan
ia teramat peka mengarahkan acting seseorang agar terasa lebih hidup dan
natural.
Seiring
dengan selesainya syuting Theodore dan Almira, sikap Alaric yang dingin
dan ketus-pun mulai berubah. Ia kembali menjadi sesosok pria yang menyenangkan.
Ya, sikapnya selama menyutradarai film tersebut ternyata memiliki alasan
tersembunyi. Alasan yang akhirnya mengubah jalan hidupnya. Sebuah skenario.
***
Banyaknya
komentar negatif yang menghujani novel ini nyatanya tidak terlalu berpengaruh
untuk membuat saya enggan menjamahnya. Saya memang tidak berharap banyak,
terutama setelah membaca Athena yang juga dinilai buruk, dan akhirnya yang saya
dapat juga pengalaman membaca yang amat melelahkan. Well, tetapi
bagaimanapun juga, novel yang sudah dibeli harus tetap dibaca apalagi saya
sudah berniat untuk mengadakan STPC Award yang saya nilai sendiri. Hehehehe...
Dan hasilnya, membaca Monte Carlo tidak seburuk yang saya bayangkan. Bahkan,
Monte Carlo adalah serial STPC tercepat yang pernah saya baca. Hanya dalam waktu
dua jam lebih sedikit. Lebih cepat dari Paris yang notabene memiliki halaman
yang lebih sedikit. Membaca novel dengan durasi yang cukup pendek adalah salah
satu pertanda bahwa novel ini sangat layak untuk dinikmati kan? Ya, to be
honest, Monte Carlo memang masih layak untuk dibaca.
Sejujurnya, ada
banyak sekali kekurangan di novel ini dan ini membuat saya mengamini pendapat
mayoritas pembaca tentang Monte Carlo. Sebut saya dialog yang teramat kaku,
tidak mengalir, tidak hidup, dan sangat tidak natural. Kalau boleh berkata
kejam, membaca dialog-dialog di Monte Carlo ibarat membaca tulisan anak belasan
tahun di Kecil-Kecil Punya Karya. Ditambah lagi dengan karakter-karakter
menyebalkan yang sama sekali tidak dapat mengundang simpati. Saya amat tidak paham
seperti apa sih maunya penulis dalam menggambarkan Kiara. Di sisi lain, ia
disebut sebagai seorang wanita yang tidak ingin disebut sebagai selebriti.
Seolah-olah menyiratkan kerendahan hatinya. Ia juga tidak terlalu suka
berdandan, tidak suka mewah-mewahan, kurang nyaman dalam pesta, dan hal-hal
lain yang identik dengan kesan glamor. Namun di sisi lain, Kiara itu
menyebalkan. Ia juga protes waktu tidak menginap di hotel termegah se-Monte
Carlo. Tidak ada salahnya memang jika protagonis juga memiliki sifat tercela,
tetapi bukan berarti harus kontroversial. Seolah-olah Kiara adalah makhluk yang
gamang. Tidak diberikan sifat dan sikap yang konsisten.
Selain dari
segi dialog dan karakterisasi, premis Monte Carlo juga membingungkan. Saya
kira, sosok Bertrand yang membawa Kiara ke Monte Carlo itulah tokoh utama dalam
novel ini. Namun kenyataannya, sosoknya yang membuat Kiara dibayangi rasa
penasaran sepanjang tahun itu ternyata ‘bukan apa-apa’. Ia hanyalah penghubung.
Dan konsep penghubung tersebut saya rasa sangat tidak relevan dengan isi cerita
dan hanya buang-buang halaman. Tanpa Bertrand-pun, romantika antara Kiara dan
pasangannya tetap akan terjalin. Tetapi jika dilirik dari judul novel ini,
‘Skenario’, sah-sah saja jika alurnya dibuat berbelit-belit meskipun sebenarnya
bisa disederhanakan.
Lalu, apa yang
membuat saya betah membaca novel ini dari jam 11 sampai jam 1 malam? Ya, tak
lain dan tak bukan karena saya suka dengan konsep ceritanya, yaitu mengenai
dunia selebriti dan perfilman. Saya jarang membaca novel dengan setting seperti
itu soalnya. Apalagi, sebagai seorang penulis yang sudah menghasilkan beberapa
judul buku, Mbak Arumi tentu sudah cukup cakap dalam mengguratkan permainan
kalimat, meski ya itu tadi, saya tidak terpikat dengan dialog-dialognya.
Berbicara
mengenai Monte Carlo sendiri, saya memang kurang dapat menangkap aura negeri
ratu Grace Kelly tersebut melalui deskripsi yang Mbak Arumi tuliskan di novel
ini. Lagipula, tempatnya sepertinya cukup membosankan karena yang ditonjolkan
kebanyakan cuma dari segi arsitektur. Oh ya, mengenai gedung, saya sempat
mengira ilustrasi sampul Monte Carlo ini adalah Angkor Wat karena lumayan
mirip. Hehe...
Kesimpulannya,
Monte Carlo bukanlah sebuah novel yang buruk, tetapi juga tidak istimewa.
“Jangan kebanyakan nonton film romantis, Liv.
Jatuh cinta nggak semudah di film.” Hal. 66
Rating
Cerita: 4,8 of 7
Cover: 4,5 of 7
keren yah ceritanya
BalasHapusbpom bogor