Beberapa menit
yang lalu, saya baru aja baca postingan terbaru blog Kak Ren yang link-nya dia
kasih di FB. Iseng sih karena pada dasarnya saya memang selalu kepo sama
kesukaan orang. Nah, yang nggak disangka-sangka, di akhir postingan, ternyata
blog saya dicantumin sebagai yang ditantang untuk ikut membeberkan sepuluh buku
paling memorable yang pernah dibaca sampai saat ini. saya nggak
keberatan sama sekali, malah seneng karena akhirnya bisa berbagi juga soal
buku-buku yang paling berkesan yang beberapa hasil pinjem di perpust dan
beberapa yang lain udah lecek di rak buku.
Here they are!
Mortal Kiss – Alice Moss
Dari segi cerita sih, novel ini biasa sekali. Saya bahkan udah lupa
gimana plot yang disajikan novel paranormal romance ini. Namun yang jelas, di
tengah-tengah demam werewolf dan vampire yang sedang merajalela,
ide cerita Mortal Kiss bisa dibilang udah basi banget. E tapi tapi, Mortal Kiss
adalah novel impor pertama yang saya beli sekaligus novel berbahasa Inggris
pertama yang berhasil saya tuntaskan. Bahkan di bis aja novel ini sempat saya
jamah (it was night and dark but I had mobile light). Meskipun setelah
Mortal Kiss saya sempet males baca novel berbahasa Inggris lagi untuk waktu
yang tidak sebentar, tapi paling tidak saya tahu bagaimana rasa bangganya
ketika saya bisa menikmati tulisan dalam bahasa aslinya.
Tusuk Jelangkung – FX. Rudi Gunawan
Masih berhubungan sama kata ‘pertama’, novel ini adalah novel pertama
yang saya beli dengan uang sendiri (faktanya, saya nggak pernah dibelikan buku
apa pun sama ortu, bahkan buku pelajaran juga harus nyisihin uang sendiri).
Selain dana, perjuangan lain untuk memiliki novel ini adalah jarak yang harus
saya tempuh. Dari sekolah, nggak ada angkot yang lewat di depan toko buku kecil
satu-satunya di kota saya, jadilah saya jalan kaki panas-panas hanya demi beli
sebuah buku. Dulu, saya itu selalu ngeces sama toko buku kecil (TOBUCIL)
pendatang baru yang entah kenapa serasa susah banget dijangkau. Betewe, nyimpen
novel ini pun nggak mudah karena waktu malam, saya harus nyelipin novel ini di
lipatan baju. Selain karena takut ketahuan beli novel sama ortu (yang pasti
bakal langsung disemprot habis-habisan), saya juga takut ngeliat cover-nya
yang horor. Hahaha... Maklum lah waktu itu aura horor masih kental di kampung
saya. Sejak punya Tusuk Jelangkung ini, saya jadi rajin nabung (sesekali juga
ngintilin duit beasiswa, ssst!) buat beli novel yang stok judulnya dikit banget
di toko buku. Ah! Andai zaman saya SMP dulu udah kenal sama toko buku online.
Jakarta Undercover – Moammar Emka
Pernah baca buku dengan perasaan was-was karena takut kepergok? Well,
itulah pengalaman saya dengan buku fenomenal ini. Tahu kan Jakarta Undercover
sarat banget dengan hal-hal yang bersifat tabu dan kontroversial, dan sialnya,
hal itu tertulis secara gamblang di blurb belakang buku. Aaah! Saya sampai
frustasi saat itu karena pengen banget baca buku ini tapi juga malu nyentuhnya.
FYI, saya nemu buku ini di perpustakaan umum dan waktu itu usia saya baru jalan
15. Jadilah saya sering berkunjung ke sana pada hari jum’at, mepet-mepet pas
pada mau sholat jum’at soalnya saat itu perpustakaan umum deket sekolah pasti
lagi sepi. Dan itu pun bacanya juga di lorong antara rak buku sama dinding.
Hihihi... Tapi, ternyata saya muka badak juga karena akhirnya buku ini pun saya
bawa ke meja peminjaman. Waktu petugas nyatat judul buku dan tetek bengeknya di
buku besarnya (waktu itu belum ada sistem tembak laser di perpustakaan daerah
saya), saya pura-pura ngeliat ke arah lain, sok nggak peduli. Hahaha... Dan
akhirnya, buku ini pun sukses saya bawa pulang ke rumah. Oh ya, sebenarnya
Jakarta Undercover bukan satu-satunya ‘buku khusus dewasa’ yang iseng saya
intip di perpust. Dulu, masih di usia 15, juga sempat ngintip ‘Kamasutra’, tapi
nggak ampe dibaca seriusan apalagi dipinjam. Ini mah udah ketara banget khusus
dewasanya. Hehehe...
Harry Potter dan Relikui Kematian – J.K. Rowling
‘Berapa lama baca novel setebal ini?’ tanya petugas perpustakaan dengan
kening mengernyit. Dan yah, sejauh ini, Harry Potter dan Relikui Kematian
adalah novel paling tebal yang pernah saya baca dan saya tuntaskan dalam waktu
kurang dari 3 hari. Sempet dimarahin sama ortu sih gara-gara nggak waktu makan
nggak waktu tidur, selalu aja bergulat dengan novel ini. Dan, babe juga sempet
ngasih kultum katanya kalau baca Qur’an mungkin saya sudah tamat 3 kali. By
the way, ini novel yang bikin saya mewek berkali-kali.
Brisingr – Christopher Paolini
Masih dapet pinjem dari perpustakaan, saya sih bisa dibilang terpaksa
baca novel ini berhubung Eldest nggak tersedia di perpust padahal saya udah
jatuh hati sama Eragon dan dunianya yang ajaib. Nah, memorable thing-nya
adalah Brisingr adalah buku yang paling sering saya pinjem terus dibalikin lagi
gara-gara nggak pernah selesai bacanya. Bukan karena halamannya yang padat,
tetapi saya selalu stuck di tempat yang sama. Guess where? Hmm,
saya sih udah lupa detailnya, tapi yang pasti waktu ada adegan ngiris-ngiris
tangan pakai pedang (atau pisau ya?) itu. Ah! Terus terang aja, saya hemophobia
dan ngebayangin adegan tersebut bikin isi perut saya menjerit untuk
dikeluarkan lewat mulut. Well, sampai sekarang, novel ini juga nggak
pernah berhasil saya tamatkan.
Morning Glory – Lavyrle Spencer
Saya baru kenal sama genre Historical Romance di bangku kuliah ini,
tepatnya waktu semester 3 sekitar setahun yang lalu. Itu juga karena partner
baca saya yang ngomporin kalau dia lagi demen-demennya novel Johanna
Lindsey. Ya, saya juga sempet menikmati baca novelnya Tante Jo apalagi yang
judulnya Angel, tetapi Morning Glory adalah novel dari genre tersebut yang
paling saya suka. Kalau ngebayangin dari fisik novel ini, saya sih bisa
langsung mundur teratur. Font yang terlalu kecil dan volume yang tebal
sama sekali tidak memikat saya untuk melahap novel ini. Tetapi karena saat itu
lagi krisis bacaan dan cuma novel ini yang covernya bagus di timbunan, jadilah
saya memberanikan diri untuk membaca Morning Glory dengan anggapan bahwa paling
saya bakalan nyerah di tengah jalan. Namun fakta berkata sebaliknya karena saya
jatuh cinta dengan jalan cerita yang detail dan natural. Kasih sayang yang terjalin
di antara tokoh utama pun mengalir apa adanya seolah-olah ini bukan kisah fiksi
yang penuh rekayasa. Saat ini, saya lagi nyari novel Lavyrle Spencer lainnya
tapi belum ketemu yang harganya murah.
Alfred Hitchcock dan Trio Detektif – Robert
Arthur Jr., William Arden, M. V. Carey, Nick West, dan Mark Brandel
Zaman SMP, novel ini adalah bacaan utama saya selain buku-buku cerita
tipis bertema pendidikan yang settingnya selalu di pedesaan, sastra melayu
klasik, kisah kerajaan zaman Hindu-Budha, dan juga cerita-cerita rakyat. Zaman
itu, saya belum kenal novel pop, teenlit, dan sebagainya yang memperkenalkan
dunia modern. Kebetulan Alfred Hitchcock dan Trio Detektif punya setting dan
jalan cerita yang berbeda dari cerita-cerita yang pernah saya baca meskipun pada
dasarnya novel ini juga berlatar tahun 90an. Bahkan saking nge-fansnya dengan
bacaan ini, saya sampai berkhayal kalau ada casting film yang diangkat
dari novel ini, saya bakalan ikutan dan pengen banget jadi Peter Chrensaw. Dari
semua novel Trio Detektif yang pernah saya baca, Misteri Bisikan Mumi adalah
judul yang paling membuat saya merinding. Sekarang, saya jadi kepengen ngoleksi
semua seri novelnya yang mencapai 43 judul itu.
Dear John – Nicholas Sparks
Di blog saya yang baru aja berusia satu tahun ini, Dear John adalah
novel pertama yang mendapat rating penuh alias 7 bintang. Ceritanya sih tipikal
Nicholas Sparks. Militer, cinta, keluarga, dan sad ending. Tetapi saya baru
nemu novel roman yang diambil dari sudut pandang tokoh utama laki-laki sehingga
chemistry yang saya rasakan waktu baca novel ini berasa sekali. Plusnya
lagi, cerita yang disuguhkan juga terlihat dewasa, logis, dan tidak cengeng.
Paling juara sih ending-nya yang nyesek banget itu. Sejak baca Dear
John inilah saya menasbihkan diri untuk menjadi penggemarnya Om Nico dan sampai
sekarang udah mengumpulkan 13 dari 18 novelnya. (Dikit lagi!!)
The Last Song – Nicholas Sparks
Setelah hiatus cukup lagi dari ‘kegiatan membaca buku Bahasa
Inggris selain materi kuliah’, saya akhirnya dibangunkan dari tidur panjang
tersebut oleh sebuah novel dari penulis favorit saya yang berjudul, The Last
Song. Saya udah lama berburu The Last Song dan akhirnya nemu juga di salah satu
toko buku online dengan harga murmer. Jujur, saya nangis sesenggukan baca buku
ini. Hahaha.... Bukan karena kisah kasih Ronnie dan Will, tetapi karena
ketulusan Steve pada kedua anaknya. Klimaksnya sih waktu si bungsu Jonah
bertekad untuk menyelesaikan jendela mozaik yang tengah dikerjakan ayahnya
meskipun keterampilan yang ia miliki pas-pasan banget. Seperti yang saya tulis
di artikel buat buletin jurusan, The Last Song is a tear-jerker book ever!. Walaupun
di awal-awal tingkah Jonah bikin saya nyengir, tetapi seratus halaman terakhir
membuat saya berasa dinaungi awan mendung. Bawaannya mellow terus!
Our Story – Orizuka
Saya juga nahan air mata pas baca buku ini, tetapi bukan semata-mata
karena ceritanya yang sendu melainkan keinget sama ortu. Sekedar informasi, Our
Story saya baca waktu lagi di bis. Di perjalanan menuju Banjarmasin untuk
kuliah dan itu adalah pertama kalinya saya harus pisah dari orang tua dalam
waktu yang lama. Gimana nggak sedih coba udah dapet cerita yang mellow ditambah
lagi fakta bahwa beberapa jam ke depan saya bakal tiba di asrama untuk hidup di
sana dalam beberapa bulan ke depan. Oke, di luar masalah pribadi, jujur aja,
Our Story adalah novel paling keren yang pernah saya baca seumur hidup. Kata
temen saya, biasanya cewek-cewek pada naksir sama badboy tetapi di Our Story
ini yang jadi favorit adalah pahlawannya, Ferris. Karena saya bukan cewek, saya
sih nggak bisa menilai demikian tetapi emang bener sih karakter Ferris itu totally
cool. Karena jadi favorit dan sering saya rekomendasikan ke temen-temen,
sedih juga sih ngeliat novel ini kayaknya menderita banget dengan sampul yang
lecek, halaman yang nyaris kelepas, dan binding yang kebelah. Padahal ini edisi
bertanda tangan. Hiks!
Berhubung saya
belum kenal temen-temen di BBI ini, jadi tantangan ini nggak saya forward ke
yang lain ya. (Nasib!) Oh ya, karena modemnya baru aja diambil yang punya, saya
jadi batal ngepost postingan ini sekarang. Mungkin besok deh pakai wifi kampus.