Penulis : Nicholas Sparks
Penerjemah : Kathleen SW.
Jumlah Halaman : 256 hlm.
Genre : Young Adult Romance
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cover Designer : Marcel A.W.
Tahun : 2002
Harga : Rp. 30.000 (Beli kolpri di fb : Kerry Higgins.)
One word about this book : Religious
Sewaktu berusia tujuh belas tahun, hidup Landon Carter berubah selamanya.
Dan semua karena Jamie Sullivan...
Jika cinta bisa memilih, Landon tentu tidak akan memilih untuk jatuh cinta
pada Jamie. Gadis yang selalu membawa Alkitab ke sekolah, menyelamatkan
binatang yang terluka, menjadi relawan di panti asuhan... gadis yang suci dan
memiliki hati bak malaikat. Tak ada yang pernah mengajak Jamie kencan, dan
Landon pun tidak pernah bermimpi untuk berkencan dengannya.
Sampai takdir menentukan lain... dan mengubah hidup Landon selama-lamanya.
This
is a flashback story. Cerita berasal dari seorang Landon Carter tua yang
kembali mengenang masa-masa mudanya di sebuah kota kecil bernama Beaufort. Di
waktu muda, Landon adalah seorang laki-laki bengal—namun bukan tipe
pemberontak—yang hobi makan kacang rebus di pemakaman. Dengan karakter seperti
itu, jelas ia tidak akan pernah tertarik pada Jamie Sullivan—teman satu
sekolahnya—yang merupakan perempuan ‘terlalu’ baik-baik dan amat religius.
Jamie adalah gadis yang akan mencabuti ilalang di kebun seseorang tanpa
diminta atau membantu anak-anak menyeberangi jalan. Ia akan menabung uang
sakunya untuk membeli sebuah bola basket baru untuk anak-anak yatim piatu, atau
memasukkan uangnya ke dalam ranjang kolekte gereja pada hari minggu.
Dengan
kata lain, ia adalah tipe gadis yang akan membuat kami semua tampak buruk.
Setiap kali ia melirik ke arahku, mau tidak mau aku akan merasa bersalah,
bahkan di saat aku tidak melakukan kesalahan apa-apa. (hal. 34-35)
Namun
suatu hari, ketika sekolahnya mengadakan pesta homecoming, Landon yang
merupakan pemegang jabatan strategis di sekolahnya dirundung gelisah karena ia
masih belum punya pasangan untuk menghadiri pesta homecoming tersebut. Ia
sudah mencoba menghubungi beberapa perempuan tetapi ternyata memeka sudah punya
pasangan atau agenda lain. Landon-pun hanya punya beberapa pilihan yang jelas
tidak ia sukai. Menuangkan punch dan membersihkan muntahan di wc saat pesta
berlangsung, ke pesta dengan ibunya, atau menawari Jamie untuk pergi dengannya
karena hanya gadis itulah yang tersisa. Tentu saja dua pilihan pertama segera
Landon singkirkan jauh-jauh, meskipun pilihan ketiga juga sama sulitnya. Namun,
Landon-pun akhirnya mengajak Jamie untuk pergi dengannya, dan Jamie-pun
mengiyakan ajakan Landon. Tetapi menakhlukkan Jamie tak semudah menakhlukkan
ayah Jamie yang merupakan seorang pendeta di kota tersebut. Apalagi pendeta
Hegbert—ayah Jamie—sudah mencap Landon sebagai laki-laki tidak baik karena masa
lalunya. Walau begitu, setelah melalui serangkaian wawancara dengan ayah Jamie,
Landonpun diijinkan untuk mengajak anak gadisnya ke pesta.
Di pesta, Landon dan Jamie cukup
bersenang-senang seperti yang lainnya. Mereka justru bersama-sama membersihkan
muntahan mantan pacar Landon di wc hanya agar mantan pacar Landon itu tidak
dikeluarkan dari sekolah karena ketahuan mabuk-mabukan.
Hubungan Landon dan Jamie tidak
berakhir sampai disitu. Landon tidak dapat menolak permintaan Jamie yang
mengajaknya untuk ikut dalam drama Natal, walau di kemudian hari, Landon justru
menyesali perbuatannya. Ia tidak suka diejek teman-temannya yang memergokinya
sering berinteraksi dengan Jamie. Tetapi saat pertunjukkan drama itu tiba,
Landon terpukau dengan penampilan Jamie yang tidak seperti kesehariannya.
Sweter, rok kotak-kotak, dan rambut disanggul tingginya menghilang digantikan
gaun dan rambut yang digerai bertabur glitter. Sejak itulah
Landon mulai memiliki rasa terhadap Jamie, dan yah, hubungan merekapun semakin
intim meskipun tetap saja ada batasan-batasan mengingat Jamie adalah gadis
religius.
Sampai suatu hari, Landon mengetahui
fakta tentang Jamie yang kontan mengubah hari-hari Landon penuh dengan hal-hal
melakonlis. Di saat itulah, ia memutuskan untuk mengabulkan keinginan terbesar
Jamie—menikah dengan tamu penuh sesak di gereja—meskipun Landon tahu, mungkin
saja ia tidak akan memiliki rumah tangga berumur panjang seperti yang lainnya.
***
Talk about A
Walk to Remember, ada dua hal yang membuat saya tertarik untuk
membaca novel ini (selain dengan alasan bahwa Nicholas Sparks adalah penulis
favorit saya). The first one, karena saya sudah
menonton film A Walk to Remember ini dan saya suka-suka-suka sekali dengan
filmnya. The second one, cerita ini
mengingatkan saya pada novel Mira W. “Merpati Tak Pernah Ingkar Janji” yang
juga bercerita tentang cowok beken di sekolah yang menjalin hubungan dengan
gadis religius anak pendeta, plus hubungan mereka juga tidak mendapat respon
cukup baik dari si ayah sang gadis.
A Walk to Remember kembali mengulang
prestasi yang sudah saya lakukan pada Dear John, yaitu merampungkan novel ini
hanya dalam satu malam, meskipun saya akui, membaca terjemahan dari novel ini
tidak begitu mudah dan lancar. Pun alur ceritanya juga cenderung flat, dan saya cukup kecewa karena
tidak ada adegan-adegan istimewa seperti yang ditampilkan di film. Bahkan bisa
saya bilang, alur cerita di novel dan di film sangat berbeda. Jangan berharap
bisa menemukan adegan Jamie bernyanyi di panggung sambil diiringi piano dengan
lagunya yang fenomenal ‘Only Hope’ karena drama yang mereka tampilkan di novel
dan di filmpun berbeda, so, there is no
kiss between Jamie and Landon after that song in the book. Kecewa. Padahal itu adalah
momen yang paling memorable dari film A Walk to Remember. Selain itu, adegan
dimana Landon memberi Jamie tato, mengajaknya mengunjungi dua negara bagian
dalam satu detik, sampai memberi Jamie sebuah bintang juga tidak ada di buku. Dan
yang paling terasa tentu saja perbedaan ending-nya. Walau begitu, alur cerita di
buku juga bagus.
Bukan hanya dari segi plot yang berbeda, karena nyatanya,
karakter Jamie dan Landon yang ada di film dan di bukupun lumayan berbeda.
Taraf kebengalan Landon di film jelas lebih terasa, sementara di buku, Landon
masih terkesan cowok baik-baik yang hanya sedikit nakal. Sementara Jamie,
karakternya di novel terasa lebih komikal, periang, ceria, cenderung polos,
sementara di film ia tampak lebih pendiam, meskipun tetap sama-sama relijius.
......
Ia selalu menyebut rencana Tuhan setiap kali kau berbicara dengannya, tidak
peduli apapun topiknya. Pertandingan baseball batal karena turun hujan?
Tentunya sudah rencana Tuhan untuk mencegah terjadinya sesuatu yang lebih buruk
lagi. Ulangan mendadak Trigonometri sehingga seluruh kelas mendapat nilai
jelek? Tentunya sudah rencana Tuhan untuk memberikan tantangan pada kita. (hal.
35-36)
Paragraf
di atas cukup menggambarkan bagaimana kerelijiusan Jamie yang sedikit membuat
saya tersenyum saat membacanya. Juga percakapan di bawah ini.
Jamie : Ayahku tidak terlalu menyukaimu.
Landon : (mengangguk)
Jamie : Ia menganggapmu tak bertanggung jawab.
Landon : (mengangguk lagi)
Jamie : Ia juga tidak menyukai ayahmu
Landon : (mengangguk sekali lagi)
Jamie : dan keluargamu. Kau tahu apa yang kufikirkan?
Landon : Tidak juga.
Jamie : Menurutku semua ini merupakan bagian dari rencana Tuhan. Menurutmu
apa pesan yang hendak disampaikan-Nya?
Dan Jamie yang religius, selain sering sekali menghubungkan segala sesuatu
sebagai rencana Tuhan, ia juga suka mendoakan orang lain. Aku sudah berdoa
untuknya. Saya benar-benar cinta dengan karakter Jamie versi novel ini.
Religius, namun saat disampaikan oleh Landon—yang bertindak sebagai
‘aku’—ternyata cukup menghibur.
Oh ya, saya juga menemukan sedikit keganjilan dari novel ini. let’s
see....
(ia = Jamie, aku = Landon)
Ia
masuk ke dalam rumah, tapi tetap membiarkan pintunya terbuka, dan aku melihat
isi rumahnya sekilas. ........................ Di atas meja terdapat
beberapa buku dengan judul-judul seperti Listening to Jesus dan Faith is the
Answer. Alkitab-nya juga ada di situ, dan terbuka pada bagian Lukas.
(hal. 51)
See? Sepertinya Landon punya kemampuan super karena hanya dengan melihat
sekilas, ia bisa tahu apa yang tertera pada Alkitab Jamie yang terbuka
tersebut. J
Seperti kebanyakan novel Sparks lainnya, A
Walk to Remember adalah novel melankolis namun tak cukup berhasil membuat saya mellow
seperti yang dilakukan Dear John. But, filmnya sudah membayar lunas
‘momen haru’ yang saya rindukan tersebut. Entirely, novel ini tidak
jelek, hanya saja tidak terlalu berkesan. Saya justru lebih suka novel ‘Merpati
Tak Pernah Ingkar Janji’ yang ceritanya lebih greget.
For
the next, pengen banget baca Nicholas Sparks—The Last Song—tetapi masih
belum nemu orang yang jual. Ada yang mau jual koleksinya atau pengen ngasih ke
saya? Hehhe....
NB :
- Saya lebih menyukai cover ‘A Walk to Remember’ versi Indonesia daripada versi aslinya. But yeah, it’s just about preference.
- Bagian yang paling saya suka dari novel ini adalah saat Landon menambah uang sumbangan yang didapat Jamie dengan uang tabungannya sendiri. Touching moment!
RATING 5,5 of 7