Pages

Rabu, 03 September 2014

Top Ten Most Memorable Books



                Beberapa menit yang lalu, saya baru aja baca postingan terbaru blog Kak Ren yang link-nya dia kasih di FB. Iseng sih karena pada dasarnya saya memang selalu kepo sama kesukaan orang. Nah, yang nggak disangka-sangka, di akhir postingan, ternyata blog saya dicantumin sebagai yang ditantang untuk ikut membeberkan sepuluh buku paling memorable yang pernah dibaca sampai saat ini. saya nggak keberatan sama sekali, malah seneng karena akhirnya bisa berbagi juga soal buku-buku yang paling berkesan yang beberapa hasil pinjem di perpust dan beberapa yang lain udah lecek di rak buku.
                Here they are!
Mortal Kiss – Alice Moss
Dari segi cerita sih, novel ini biasa sekali. Saya bahkan udah lupa gimana plot yang disajikan novel paranormal romance ini. Namun yang jelas, di tengah-tengah demam werewolf dan vampire yang sedang merajalela, ide cerita Mortal Kiss bisa dibilang udah basi banget. E tapi tapi, Mortal Kiss adalah novel impor pertama yang saya beli sekaligus novel berbahasa Inggris pertama yang berhasil saya tuntaskan. Bahkan di bis aja novel ini sempat saya jamah (it was night and dark but I had mobile light). Meskipun setelah Mortal Kiss saya sempet males baca novel berbahasa Inggris lagi untuk waktu yang tidak sebentar, tapi paling tidak saya tahu bagaimana rasa bangganya ketika saya bisa menikmati tulisan dalam bahasa aslinya.

Tusuk Jelangkung – FX. Rudi Gunawan
Masih berhubungan sama kata ‘pertama’, novel ini adalah novel pertama yang saya beli dengan uang sendiri (faktanya, saya nggak pernah dibelikan buku apa pun sama ortu, bahkan buku pelajaran juga harus nyisihin uang sendiri). Selain dana, perjuangan lain untuk memiliki novel ini adalah jarak yang harus saya tempuh. Dari sekolah, nggak ada angkot yang lewat di depan toko buku kecil satu-satunya di kota saya, jadilah saya jalan kaki panas-panas hanya demi beli sebuah buku. Dulu, saya itu selalu ngeces sama toko buku kecil (TOBUCIL) pendatang baru yang entah kenapa serasa susah banget dijangkau. Betewe, nyimpen novel ini pun nggak mudah karena waktu malam, saya harus nyelipin novel ini di lipatan baju. Selain karena takut ketahuan beli novel sama ortu (yang pasti bakal langsung disemprot habis-habisan), saya juga takut ngeliat cover-nya yang horor. Hahaha... Maklum lah waktu itu aura horor masih kental di kampung saya. Sejak punya Tusuk Jelangkung ini, saya jadi rajin nabung (sesekali juga ngintilin duit beasiswa, ssst!) buat beli novel yang stok judulnya dikit banget di toko buku. Ah! Andai zaman saya SMP dulu udah kenal sama toko buku online.

Jakarta Undercover – Moammar Emka
Pernah baca buku dengan perasaan was-was karena takut kepergok? Well, itulah pengalaman saya dengan buku fenomenal ini. Tahu kan Jakarta Undercover sarat banget dengan hal-hal yang bersifat tabu dan kontroversial, dan sialnya, hal itu tertulis secara gamblang di blurb belakang buku. Aaah! Saya sampai frustasi saat itu karena pengen banget baca buku ini tapi juga malu nyentuhnya. FYI, saya nemu buku ini di perpustakaan umum dan waktu itu usia saya baru jalan 15. Jadilah saya sering berkunjung ke sana pada hari jum’at, mepet-mepet pas pada mau sholat jum’at soalnya saat itu perpustakaan umum deket sekolah pasti lagi sepi. Dan itu pun bacanya juga di lorong antara rak buku sama dinding. Hihihi... Tapi, ternyata saya muka badak juga karena akhirnya buku ini pun saya bawa ke meja peminjaman. Waktu petugas nyatat judul buku dan tetek bengeknya di buku besarnya (waktu itu belum ada sistem tembak laser di perpustakaan daerah saya), saya pura-pura ngeliat ke arah lain, sok nggak peduli. Hahaha... Dan akhirnya, buku ini pun sukses saya bawa pulang ke rumah. Oh ya, sebenarnya Jakarta Undercover bukan satu-satunya ‘buku khusus dewasa’ yang iseng saya intip di perpust. Dulu, masih di usia 15, juga sempat ngintip ‘Kamasutra’, tapi nggak ampe dibaca seriusan apalagi dipinjam. Ini mah udah ketara banget khusus dewasanya. Hehehe...

Harry Potter dan Relikui Kematian – J.K. Rowling
‘Berapa lama baca novel setebal ini?’ tanya petugas perpustakaan dengan kening mengernyit. Dan yah, sejauh ini, Harry Potter dan Relikui Kematian adalah novel paling tebal yang pernah saya baca dan saya tuntaskan dalam waktu kurang dari 3 hari. Sempet dimarahin sama ortu sih gara-gara nggak waktu makan nggak waktu tidur, selalu aja bergulat dengan novel ini. Dan, babe juga sempet ngasih kultum katanya kalau baca Qur’an mungkin saya sudah tamat 3 kali. By the way, ini novel yang bikin saya mewek berkali-kali.

Brisingr – Christopher Paolini
Masih dapet pinjem dari perpustakaan, saya sih bisa dibilang terpaksa baca novel ini berhubung Eldest nggak tersedia di perpust padahal saya udah jatuh hati sama Eragon dan dunianya yang ajaib. Nah, memorable thing-nya adalah Brisingr adalah buku yang paling sering saya pinjem terus dibalikin lagi gara-gara nggak pernah selesai bacanya. Bukan karena halamannya yang padat, tetapi saya selalu stuck di tempat yang sama. Guess where? Hmm, saya sih udah lupa detailnya, tapi yang pasti waktu ada adegan ngiris-ngiris tangan pakai pedang (atau pisau ya?) itu. Ah! Terus terang aja, saya hemophobia dan ngebayangin adegan tersebut bikin isi perut saya menjerit untuk dikeluarkan lewat mulut. Well, sampai sekarang, novel ini juga nggak pernah berhasil saya tamatkan.

Morning Glory – Lavyrle Spencer
Saya baru kenal sama genre Historical Romance di bangku kuliah ini, tepatnya waktu semester 3 sekitar setahun yang lalu. Itu juga karena partner baca saya yang ngomporin kalau dia lagi demen-demennya novel Johanna Lindsey. Ya, saya juga sempet menikmati baca novelnya Tante Jo apalagi yang judulnya Angel, tetapi Morning Glory adalah novel dari genre tersebut yang paling saya suka. Kalau ngebayangin dari fisik novel ini, saya sih bisa langsung mundur teratur. Font yang terlalu kecil dan volume yang tebal sama sekali tidak memikat saya untuk melahap novel ini. Tetapi karena saat itu lagi krisis bacaan dan cuma novel ini yang covernya bagus di timbunan, jadilah saya memberanikan diri untuk membaca Morning Glory dengan anggapan bahwa paling saya bakalan nyerah di tengah jalan. Namun fakta berkata sebaliknya karena saya jatuh cinta dengan jalan cerita yang detail dan natural. Kasih sayang yang terjalin di antara tokoh utama pun mengalir apa adanya seolah-olah ini bukan kisah fiksi yang penuh rekayasa. Saat ini, saya lagi nyari novel Lavyrle Spencer lainnya tapi belum ketemu yang harganya murah.

Alfred Hitchcock dan Trio Detektif – Robert Arthur Jr., William Arden, M. V. Carey, Nick West, dan Mark Brandel
Zaman SMP, novel ini adalah bacaan utama saya selain buku-buku cerita tipis bertema pendidikan yang settingnya selalu di pedesaan, sastra melayu klasik, kisah kerajaan zaman Hindu-Budha, dan juga cerita-cerita rakyat. Zaman itu, saya belum kenal novel pop, teenlit, dan sebagainya yang memperkenalkan dunia modern. Kebetulan Alfred Hitchcock dan Trio Detektif punya setting dan jalan cerita yang berbeda dari cerita-cerita yang pernah saya baca meskipun pada dasarnya novel ini juga berlatar tahun 90an. Bahkan saking nge-fansnya dengan bacaan ini, saya sampai berkhayal kalau ada casting film yang diangkat dari novel ini, saya bakalan ikutan dan pengen banget jadi Peter Chrensaw. Dari semua novel Trio Detektif yang pernah saya baca, Misteri Bisikan Mumi adalah judul yang paling membuat saya merinding. Sekarang, saya jadi kepengen ngoleksi semua seri novelnya yang mencapai 43 judul itu.

Dear John – Nicholas Sparks

Di blog saya yang baru aja berusia satu tahun ini, Dear John adalah novel pertama yang mendapat rating penuh alias 7 bintang. Ceritanya sih tipikal Nicholas Sparks. Militer, cinta, keluarga, dan sad ending. Tetapi saya baru nemu novel roman yang diambil dari sudut pandang tokoh utama laki-laki sehingga chemistry yang saya rasakan waktu baca novel ini berasa sekali. Plusnya lagi, cerita yang disuguhkan juga terlihat dewasa, logis, dan tidak cengeng. Paling juara sih ending­-nya yang nyesek banget itu. Sejak baca Dear John inilah saya menasbihkan diri untuk menjadi penggemarnya Om Nico dan sampai sekarang udah mengumpulkan 13 dari 18 novelnya. (Dikit lagi!!)

The Last Song – Nicholas Sparks

Setelah hiatus cukup lagi dari ‘kegiatan membaca buku Bahasa Inggris selain materi kuliah’, saya akhirnya dibangunkan dari tidur panjang tersebut oleh sebuah novel dari penulis favorit saya yang berjudul, The Last Song. Saya udah lama berburu The Last Song dan akhirnya nemu juga di salah satu toko buku online dengan harga murmer. Jujur, saya nangis sesenggukan baca buku ini. Hahaha.... Bukan karena kisah kasih Ronnie dan Will, tetapi karena ketulusan Steve pada kedua anaknya. Klimaksnya sih waktu si bungsu Jonah bertekad untuk menyelesaikan jendela mozaik yang tengah dikerjakan ayahnya meskipun keterampilan yang ia miliki pas-pasan banget. Seperti yang saya tulis di artikel buat buletin jurusan, The Last Song is a tear-jerker book ever!. Walaupun di awal-awal tingkah Jonah bikin saya nyengir, tetapi seratus halaman terakhir membuat saya berasa dinaungi awan mendung. Bawaannya mellow terus!

Our Story – Orizuka

Saya juga nahan air mata pas baca buku ini, tetapi bukan semata-mata karena ceritanya yang sendu melainkan keinget sama ortu. Sekedar informasi, Our Story saya baca waktu lagi di bis. Di perjalanan menuju Banjarmasin untuk kuliah dan itu adalah pertama kalinya saya harus pisah dari orang tua dalam waktu yang lama. Gimana nggak sedih coba udah dapet cerita yang mellow ditambah lagi fakta bahwa beberapa jam ke depan saya bakal tiba di asrama untuk hidup di sana dalam beberapa bulan ke depan. Oke, di luar masalah pribadi, jujur aja, Our Story adalah novel paling keren yang pernah saya baca seumur hidup. Kata temen saya, biasanya cewek-cewek pada naksir sama badboy tetapi di Our Story ini yang jadi favorit adalah pahlawannya, Ferris. Karena saya bukan cewek, saya sih nggak bisa menilai demikian tetapi emang bener sih karakter Ferris itu totally cool. Karena jadi favorit dan sering saya rekomendasikan ke temen-temen, sedih juga sih ngeliat novel ini kayaknya menderita banget dengan sampul yang lecek, halaman yang nyaris kelepas, dan binding yang kebelah. Padahal ini edisi bertanda tangan. Hiks!
                Berhubung saya belum kenal temen-temen di BBI ini, jadi tantangan ini nggak saya forward ke yang lain ya. (Nasib!) Oh ya, karena modemnya baru aja diambil yang punya, saya jadi batal ngepost postingan ini sekarang. Mungkin besok deh pakai wifi kampus.


2 komentar:

  1. Halo! :)
    Mau komen ah...
    Jadi sebenernya ya, sebagai penyuka pantai dan laut tapi nggak berani menyelam, saya penasaran deh sama Dear John.. tapi kalo inget tipikal buku2nya Nicholas Sparks, sepertinya butuh menunda baca sampai benar2 moodnya sesuai. hehehee....
    Oh iya, jadi penasaran deh sama Our Story.. tokoh2nya ada di range usia brapakah?

    BalasHapus

 
Images by Freepik