Pages

Sabtu, 20 Juni 2015

Review Novel: Forgiven, Morra Quatro



Judul : Forgiven
Penulis : Morra Quatro
Jumlah Halaman : vi + 266 hlm.
Genre : Young Adult Romance
Penerbit : Gagasmedia
Cover Designer : Jeffri Fernando
Tahun : 2010
Harga :  pinjam di perpusda
ISBN : 978-780-432-1
Rating di Goodreads : 3.93 stars of 778 reviews
First Sentence : Aku tidak pernah tahu kalau harus bertemu lagi dengannya dalam keadaan seperti ini.
Final Sentence : Dan dia tidak pernah salah.

Everyone makes mistake, .... but only a few could forgive. Padahal ada banyak kesalahan yang hanya perlu dimaafkan, bukan dihukum. An aye for an eye will make us all blind.
Hal. 238

             Kedekatan Will dan Karla pada awalnya hanya sebatas teman se-geng zaman SMA yang terdiri dari Will, Alfan, Laut, Wahyu, Robby, dan Karla sebagai satu-satunya perempuan disana. Karla dan Alfan berpacaran, sementara Will sendiri, dengan kombinasi kecerdasan di atas rata-rata dan rupa Turkish yang menawan, sudah tak terhitung berapa kali ganti-ganti pacar di sekolah tersebut. Dibanding dengan yang lainnya, Karla lebih sering bersama Will, apalagi Will sering berulah dengan berlama-lama di laboratorium sementara Karla sebagai ketua kelas, diwajibkan untuk membereskan lab sebelum kelas berikutnya memakai ruangan tersebut. Ya, laboratorium memang menjadi tempat favorit Will untuk melakukan eksperimen yang tentu saja berhubungan dengan Fisika. Sebagai maniak Fisika, terutama Fisika nuklir, Will berambisi untuk mendapatkan nobel, dan langkahnya tersebut dimulai dengan terpilihnya ia sebagai delegasi untuk olimpiade Fisika internasional di Brussel.
            Hubungan Will dan Karla semakin dekat ketika Will menolak ide Alfan yang berencana untuk meniduri Karla. Mengetahui hal tersebut, Karla marah dan kisah percintaannya dengan Alfan pun kandas. Walau begitu, geng mereka tetap solid sampai akhirnya masa perpisahan tiba. Masing-masing anggota sudah memutuskan untuk melanjutkan kuliah kemana. Begitu juga dengan Karla yang akan pergi ke Singapura untuk mengikuti pelatihan tes masuk universitas sekaligus mengunjungi ayahnya. Sebelum pergi, Karla berniat untuk pamit dengan Will namun sayangnya rumah Will sudah kosong dan nomor Will pun tidak dapat dihubungi. Kepergian Karla kali itu diiringi oleh kesedihan luar biasa karena ia juga tak tahu kapan bisa bertemu Will kembali.
            Di Singapura, Karla memulai persiapan masuk universitasnya dengan mengikuti training review pelajaran SMA dan simulasi tes ini itu. Suatu hari, Karla mendapat kejutan yaitu menemukan Will di depan pintu kediamannya. Will bilang bahwa ia ingin melanjutkan pendidikan ke Boston, tepatnya di MIT. Dan hal tersebut jelas cukup membahagiakan bagi Karla karena ia sendiri juga akan melanjutkan kuliah ke Amerika tepatnya ke Philadelphia. Meskipun jarak Boston dan Philadephia tidak dekat, setidaknya mereka masih di negara yang sama. Di bandara, menjelang keberangkatan Karla yang terlebih dulu pergi ke Amerika, Will mendaratkan ciuman di bibir gadis itu dan meminta Karla untuk terus menjaga rambut panjangnya. Mereka pun merancang janji-janji untuk saling mengunjungi saat di Amerika nanti.
            Di suatu kunjungan, saat Will berada di Philadephia dan ia meminta Karla untuk menemuinya, momen yang seharusnya menjadi momen pelepas rindu ternyata justru berbalik 180 derajat. Will berucap bahwa ia sudah memiliki kekasih. Hati Karla patah detik itu juga.
            Sebagai tahap move on dari Will, Karla mulai menjalin hubungan dengan teman sekampusnya Casey. Bahkan hubungan tersebut menghadirkan sesosok anak laki-laki di antara mereka, Troy. Tetapi sayangnya, lagi-lagi kisah cinta Karla dan Casey kandas ketika tunangan Casey muncul. Di suatu kesempatan, Karla kembali bertemu dengan Will dan Will pun menyadari bahwa Karla telah melahirkan.
            Waktu berlalu dengan tiadanya lagi komunikasi dan interaksi antara Karla dan Will sampai suatu hari ia mendapat kabar dari kawannya yang seorang jurnalis, Beverly, bahwa ada teror yang tengah terjadi di Boston. Dan dalang di balik teror tersebut adalah Will. Dimulai dari kejadian itulah, rahasia-rahasia yang melingkupi Will selama ini, kebohongan-kebohongannya, juga fakta mengejutkan bahwa Will divonis death sentence karena aksi terornya yang menewaskan dua orang tersebut, mengalir dari mulut Chiara Hakim, istri Will.
                                                                      ҉҉҉҉҉҉҉     ҉     ҉            
                 
            Dibilang sebagai salah satu fiksi terbaik terbitan Gagasmedia, siapa yang tidak penasaran untuk melahap novel bersampul biru ini. Pun, saya sudah begitu lama mendambakan Forgiven namun karena terbilang terbitan lama, novel ini sudah sold out dimana-mana. Di olshop-olshop pun novel ini jadi incaran, jadi siap-siap aja gigit jari kalau keduluan yang lain. Nah, kebetulan seminggu yang lalu ngunjungin perpusda, ceritanya cuma nemenin temen nyari bahan buat skripsi. Tapi, setelah ngeliat banyak novel-novel baru di rak fiksi, lalulah saya menjelajah dan menemukan beberapa buku bagus. Sayangnya, kartu keanggotaan perpus sudah habis masa berlakunya, tapi sama si petugas perpus dibolehin pinjam buku untuk sekali ini. Hehehe....
            Well, setelah saya berhasil menamatkan novel ini, satu hal yang saya rasain adalah blue. Tiba-tiba aja ngerasa sedih, galau, muram, berkat klimaks tragis yang diciptakan Morra Quatro di buku perdananya ini. Secara atmosfer dan penyampaian rasa, novel ini jelas berhasil dengan baik.
            Forgiven sendiri bisa dibilang terbagi menjadi dua sisi cerita yang bertolak belakang. Di bab-bab awal, ketika Karla dan Will masih bergelut dengan dunia remaja SMA, atmosfer cerita masih warna-warni. Dipenuhi dengan kejailan-kejailan dan tingkah-tingkah nakal yang saya rasa sedikit kelewatan. Oh ya, sebenarnya setting masa remaja Karla dan Will terjadi pada tahun 70an atau 80an, agak lupa yang pasti saat itu presiden Indonesia masih Soeharto. Nah, sayangnya detail oldschool tersebut nggak terasa sama sekali. Ditambah lagi penggunaan Bahasa Inggris di beberapa dialog malah menegaskan kalau setting cerita justru di dunia modern dan bukan di Jogja.
            Atmosfer penceritaan mulai kelam ketika Karla dan Will sudah lulus dari SMA, dan memuncak ketika Will ditahan karena tuduhan terorisme. Sebagai tokoh protagonis, tentu saja Will mendapat simpati besar dari pembaca, termasuk saya. Namun, simpati tersebut tidak dikabulkan oleh sang penulis karena ending-nya tetap tragis.
            Mengenai karakter, saya baru sekali ini menemui karakter cowok jenius yang seperti Will. Di beberapa novel, dan juga film, cowok jenius selalu digambarkan kalau tidak geeky pasti sombong. Nah, Will justru sebagai cowok jenius yang cool, padahal kejeniusan Will benar-benar di atas rata-rata. Ambisinya untuk menciptakan pembangkit listrik tenaga nuklir membuat novel ini dipenuhi dengan penjelasan-penjelasan Fisika yang kental. Bagi yang alergi sains, bagian-bagian ini bisa di­-skip kok karena tidak berpengaruh ke alur cerita juga.
            Sayangnya, di mata saya, novel ini hanya keren di ‘rasa’ yang disampaikan juga beberapa twist. Mengenai gaya penceritaan dan alur cerita sendiri tidak terlalu mengesankan, padahal saya amat berharap novel yang mendapat banyak pujian ini tampil outstanding di mata saya.
            Oh ya, saya juga tidak terlalu mengerti apa hubungan antara Champagne Supernova, nama rasi bintang Polaris yang dinamai Will, dengan inti cerita sampai-sampai rasi tersebut dijadikan sampul buku.
            Bagi yang suka roman-roman tragis ala Autumn in Paris-nya Ilana Tan, novel ini tentu highly recommended. Terakhir, entah kenapa sisi gelap novel ini mengingatkan saya pada muramnya novel “Hujan dan Teduh” karya Wulan Dewatri.

Rating
Cerita : 5,5 of 7
Cover : 5 of 7

           


1 komentar:

 
Images by Freepik