Pages

Kamis, 25 Desember 2014

Review Novel: Tuesdays with Morrie (Selasa bersama Morrie), Mitch Albom



Judul : Tuesdays with Morrie (Selasa Bersama Morrie)
Penulis : Mitch Albom
Penerjemah : Alex Tri Kantjono Widodo
Jumlah Halaman : 209 hlm.
Genre : Memoar, Semi-biography, Philosophy
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cover Designer : Hendy Irawan
Tahun : 2014 (cetakan ke-9)
Harga : 32.000 (fb: Dojo Comic)
ISBN : 978-602-03-0681-0
Rating di Goodreads : 3.99 stars of 359,028 reviews
First Sentence : Kuliah terakhir dalam hidup sang profesor yang sudah berusia lanjut itu berlangsung sepekan sekali di rumahnya, di dekat jendela ruang kerja tempatnya dapat menikmati keindahan kembang sepatu yang bunganya merah jambu.
Final Sentence : Artinya, kuliah ini tak pernah berakhir.

“Sesungguhnya, Mitch,” katanya, “begitu kita ingin tahu bagaimana kita akan mati, itu sama dengan belajar tentang bagaimana kita harus hidup.” Hal. 87
-----
Original Version
            Pertemuan antara murid dan guru itu diawali dengan sebuah tayangan malam bertajuk “Nightline” yang menampilkan sosok sang guru yang tengah berjalan menuju kematiannya. Sudah 16 tahun lamanya Mitch Albom tak bertemu dengan sang profesor, Morrie Schwartz, akibat kesibukannya demi mengejar kepuasaan duniawi. Kini, ketika Morrie divonis mengidap Amyotrophic Lateral Sclerosis (ASL) yang menggerogoti sistem sarafnya dan tengah berusaha memaknai hidup di sisa waktunya yang hanya 2 tahun, Mitch-pun bertekad untuk menjadi mahasiswa sang profesor sekali lagi dengan subjek “pelajaran hidup”. Setiap selasa, Mitch terbang ke West Newton dari Boston untuk “kuliah” bersama sang profesor sekaligus menyaksikan perkembangan penyakit Morrie yang bukannya semakin membaik, namun justru semakin membawanya lebih dekat dengan kematian.
***
            Memang, tidak banyak yang bisa saya ceritakan mengenai sinopsis buku ini karena ceritanya memang hanya berkutat seputar “kuliah” kedua Mitch mengenai makna kehidupan dan juga perkembangan penyakit Morrie yang kian memburuk. Buku ini memang bisa dibilang semi-biografi namun dikemas dalam bentuk novel yang diceritakan sendiri oleh Mitch sebagai orang pertama tunggal. Lalu, jika ada pertanyaan, bagaimana mungkin Mitch bisa mengingat semua percakapannya dengan sang profesor? Tak lain dan tak bukan karena Mitch merekam semua perkuliahannya.
Versi sebelumnya
            Tuesdays with Morrie” couldn’t be more perfect that this. Banyak sekali pelajaran yang dapat dipetik dari novel ini terutama karena hampir setiap halaman dalam buku ini dipenuhi kutipan-kutipan yang sangat menginspirasi. Bagian yang sangat saya suka dari buku ini adalah ketika Morrie mengadakan kelas yang disebut “Group Process” dimana siswa harus berdiri saling membelakangi dan berdiri agak jauh. Setelah itu, di antara dua orang yang berdiri saling membelakangi tersebut, akan ada yang menjatuhkan diri sementara yang lainnya dipercaya untuk menangkap berdasarkan dengan feeling. Beberapa mahasiswa tentu ragu melakukan hal tersebut, namun ada satu pasangan yang berhasil.
“... kadang-kadang kita tak boleh percaya kepada yang kita lihat, kita harus percaya kepada yang kita rasakan. Dan jika kita ingin orang lain percaya kepada kita, kita harus merasa bahwa kita dapat mempercayai mereka juga—bahkan meskipun kita sedang dalam kegelapan. Bahkan ketika kita sedang terjatuh.” Hal. 65
            Saya juga suka dengan cover edisi ini karena terkesan klasik dan atribut kursi taman itu-pun sebagai simbol kebersamaan juga masih dipakai. Hanya saja, saya agak kurang sreg dengan terjemahannya yang kadang-kadang susah difahami. Kalau tidak salah, ada salah satu bab yang menggunakan kata “sinetron” yang mungkin diterjemahkan dari TV series.
Versi Sebelumnya
            Ya, tidak banyak memang yang bisa diulas di review kali ini. Sebagai gantinya, saya hanya mencantumkan beberapa quotes favorit. Bisa dibilang, ini adalah satu buku yang wajib dibaca sebelum ajal menjemput (jiaaah!!!). So, enjoy the book and feel the change! J
1.      Kau tahu bagaimana aku menafsirkan semua itu? Yang sangat didambakan oleh orang-orang ini pada dasarnya adalah kasih sayang namun karena tidak mendapatkannya, mereka mencari ganti dalam bentuk-bentuk yang lain. Mereka mengikatkan diri pada harta benda dan mengharapkan semacam kepuasan dari situ. Akan tetapi usaha mereka tidak pernah berhasil. Kita tidak dapat menukar cinta, kelembutan, keramahan, atau rasa persahabatan dengan harta benda. Hal. 132
2.      “Tahukah kau apa yang sesungguhnya membuat kita merasa puas?”
Apa?
“Menawarkan sesuatu yang sudah semestinya kita berikan.”
3.      Cinta adalah satu-satunya perbuatan yang rasional. Hal. 56

Rating
Cerita : 7 of 7.
Terjemahan : 6,5 of 7
Cover Terjemahan : 7 of 7
Cover Asli : 6 of 7





3 komentar:

  1. dapat dmna bukunya dimana ya? saya udah cari kemana-mana ga dapat. mohon bantuannya :D

    BalasHapus
  2. Aku udah baca... dan bener2 keren banget.. aku suka buku2 kayak gini, ini yang selama ini aku cari, aku jadi suka Philosophy Book gara2 TWM ini ^^

    BalasHapus

 
Images by Freepik