Penulis : Mitch
Albom
Penerjemah :
Alex Tri Kantjono Widodo
Jumlah Halaman
: 209 hlm.
Genre : Memoar,
Semi-biography, Philosophy
Penerbit :
Gramedia Pustaka Utama
Cover Designer
: Hendy Irawan
Tahun : 2014
(cetakan ke-9)
Harga : 32.000
(fb: Dojo Comic)
ISBN : 978-602-03-0681-0
Rating di
Goodreads : 3.99 stars of 359,028 reviews
First Sentence : Kuliah terakhir dalam hidup
sang profesor yang sudah berusia lanjut itu berlangsung sepekan sekali di
rumahnya, di dekat jendela ruang kerja tempatnya dapat menikmati keindahan
kembang sepatu yang bunganya merah jambu.
Final Sentence
: Artinya, kuliah ini tak pernah berakhir.
“Sesungguhnya, Mitch,” katanya, “begitu kita
ingin tahu bagaimana kita akan mati, itu sama dengan belajar tentang bagaimana
kita harus hidup.” Hal. 87
-----
Original Version |
Pertemuan
antara murid dan guru itu diawali dengan sebuah tayangan malam bertajuk
“Nightline” yang menampilkan sosok sang guru yang tengah berjalan menuju
kematiannya. Sudah 16 tahun lamanya Mitch Albom tak bertemu dengan sang
profesor, Morrie Schwartz, akibat kesibukannya demi mengejar kepuasaan duniawi.
Kini, ketika Morrie divonis mengidap Amyotrophic Lateral Sclerosis (ASL)
yang menggerogoti sistem sarafnya dan tengah berusaha memaknai hidup di sisa
waktunya yang hanya 2 tahun, Mitch-pun bertekad untuk menjadi mahasiswa sang
profesor sekali lagi dengan subjek “pelajaran hidup”. Setiap selasa, Mitch
terbang ke West Newton dari Boston untuk “kuliah” bersama sang profesor
sekaligus menyaksikan perkembangan penyakit Morrie yang bukannya semakin
membaik, namun justru semakin membawanya lebih dekat dengan kematian.
***
Memang,
tidak banyak yang bisa saya ceritakan mengenai sinopsis buku ini karena
ceritanya memang hanya berkutat seputar “kuliah” kedua Mitch mengenai makna
kehidupan dan juga perkembangan penyakit Morrie yang kian memburuk. Buku ini
memang bisa dibilang semi-biografi namun dikemas dalam bentuk novel yang
diceritakan sendiri oleh Mitch sebagai orang pertama tunggal. Lalu, jika ada
pertanyaan, bagaimana mungkin Mitch bisa mengingat semua percakapannya dengan
sang profesor? Tak lain dan tak bukan karena Mitch merekam semua
perkuliahannya.
Versi sebelumnya |
“Tuesdays
with Morrie” couldn’t be more perfect that this. Banyak sekali pelajaran
yang dapat dipetik dari novel ini terutama karena hampir setiap halaman dalam
buku ini dipenuhi kutipan-kutipan yang sangat menginspirasi. Bagian yang sangat
saya suka dari buku ini adalah ketika Morrie mengadakan kelas yang disebut
“Group Process” dimana siswa harus berdiri saling membelakangi dan berdiri agak
jauh. Setelah itu, di antara dua orang yang berdiri saling membelakangi
tersebut, akan ada yang menjatuhkan diri sementara yang lainnya dipercaya untuk
menangkap berdasarkan dengan feeling. Beberapa mahasiswa tentu ragu
melakukan hal tersebut, namun ada satu pasangan yang berhasil.
“... kadang-kadang kita tak boleh percaya
kepada yang kita lihat, kita harus percaya kepada yang kita rasakan. Dan jika
kita ingin orang lain percaya kepada kita, kita harus merasa bahwa kita dapat
mempercayai mereka juga—bahkan meskipun kita sedang dalam kegelapan. Bahkan
ketika kita sedang terjatuh.” Hal. 65
Saya
juga suka dengan cover edisi ini karena terkesan klasik dan atribut
kursi taman itu-pun sebagai simbol kebersamaan juga masih dipakai. Hanya saja,
saya agak kurang sreg dengan terjemahannya yang kadang-kadang susah difahami.
Kalau tidak salah, ada salah satu bab yang menggunakan kata “sinetron” yang
mungkin diterjemahkan dari TV series.
Versi Sebelumnya |
Ya,
tidak banyak memang yang bisa diulas di review kali ini. Sebagai
gantinya, saya hanya mencantumkan beberapa quotes favorit. Bisa
dibilang, ini adalah satu buku yang wajib dibaca sebelum ajal menjemput
(jiaaah!!!). So, enjoy the book and feel the change! J
1.
Kau tahu bagaimana aku menafsirkan semua itu? Yang sangat didambakan oleh
orang-orang ini pada dasarnya adalah kasih sayang namun karena tidak
mendapatkannya, mereka mencari ganti dalam bentuk-bentuk yang lain. Mereka
mengikatkan diri pada harta benda dan mengharapkan semacam kepuasan dari situ.
Akan tetapi usaha mereka tidak pernah berhasil. Kita
tidak dapat menukar cinta, kelembutan, keramahan, atau rasa persahabatan dengan
harta benda. Hal. 132
2. “Tahukah kau apa yang sesungguhnya membuat
kita merasa puas?”
Apa?
“Menawarkan sesuatu yang sudah semestinya kita berikan.”
3. Cinta adalah satu-satunya perbuatan yang
rasional. Hal. 56
Rating
Cerita : 7 of 7.
Terjemahan : 6,5 of
7
Cover Terjemahan :
7 of 7
Cover Asli : 6 of 7