Pages

Minggu, 31 Agustus 2014

Review Novel: Paris: Aline, Prisca Primasari



Judul : Paris: Aline (STPC #1 Gagasmedia)
Penulis : Prisca Primasari
Jumlah Halaman : x + 214 hlm.
Genre : Young Adult Romance
Penerbit : Gagasmedia
Cover Designer : Jeffri Fernando
Tahun : 2014 (cet. kelima)
Harga : 38.000 (fb: Tokobuku Sukabaca)
ISBN : 978-979-780-577-7
Rating di Goodreads : 3.82 stars of 901 ratings
First Sentence : Wajah Sévigne Deveraux berseri-seri saat menerima paket dari sahabat Indonesia-nya.
Final Sentence : Namun, paling tidak aku tak perlu lagi memikirkan siapa yang akan mendampingi namaku di kartu undangan itu.

Don’t cry because it’s over, smile because it happens... (Dr. Seuss, p. 152)
            Aline Ofeli memutuskan untuk mengambil cuti selama seminggu dari bistro tempatnya bekerja paruh waktu demi mengusir rasa sakit hati yang menderanya ketika ‘Si Ubur-Ubur’—her crush—justru jadian dengan orang lain. Di tengah perjalanan pulang, Aline menemukan seonggok pecahan porselen di Jardin du Luxembourg. Pecahan porselen yang diletakkan petugas kebersihan di sudut kursi karena ia mengira porselen itu bernilai tinggi. Oleh Aline, porselen itupun ia bawa pulang dan ia coba untuk direparasi. Dan berbekal nama yang tertera di porselen tersebut, Aline pun akhirnya berhasil menemukan email dari orang yang diduga Aline merupakan pemilik dari barang mahal itu, Aeolus Sena. Tak lama setelah Aline mengirim email pada orang tersebut, email balasan dari Sena langsung masuk ke inbox Aline dan meminta agar mereka bisa bertemu di Place de la Bastille pukul 12 malam. Meskipun agak aneh mengingat Bastille adalah bekas penjara dan berhantu, Aline ternyata mau mengikuti permintaan Sena.
            Malangnya, Aline baru benar-benar bertemu Sena di malam yang ketiga karena Sena selalu membatalkan janjinya. Namun karena semakin penasaran dengan orang aneh yang mengajaknya bertemu di tempat se-spooky Bastille, Aline tetap saja datang ke sana setiap malam. Dan... dugaan Aline terhadap Sena yang sempat mengira Sena adalah seorang lelaki tua antisosial salah besar. Sena justru pria yang kelewat periang, heboh, dan eksentrik baik dari segi sifat maupun dandanannya yang memakai syal berlapis-lapis. Setelah akhirnya bisa bertemu dengan Sena—yang ternyata juga orang Indonesia—Aline sempat mencak-mencak marah, namun Sena menawarkan tiga permintaan apa saja sebagai imbalan.
            Berkat hutang tiga permintaan tersebut, Aline dan Sena lebih sering bertemu. Sena yang tetap heboh seperti biasanya ternyata mempunyai hobi ke tempat-tempat suram seperti Bastille dan pemakaman Pere Lachaise. Ia juga memiliki kerja sampingan sebagai tukang reparasi mesin tik yang menurut Aline kerjaan itu hanya karangan Sena mengingat siapa sih yang masih mau memakai mesin tik di era modern. Kedua hal tersebut kontan menyulut rasa penasaran Aline terhadap sosok Sena. Ditambah lagi, Sena juga mengatakan bahwa ia punya urusan pribadi dengan Ezra—tetangga Aline di apartemen. Puncaknya adalah ketika Sena tiba-tiba berlari kencang sesaat setelah mereka bertemu, dan kemudian, Sena tak muncul berhari-hari. Sekalinya ia datang, Sena menitipkan kantung plastik berisi porselen waktu itu dan video. Tak lama kemudian, Sena dijemput paksa seorang wanita berpakaian serba hitam.
            Berkat alamat yang sempat diteriakkan Sena ketika Aline mengikuti pria itu saat ia diseret paksa oleh the woman in black, Aline akhirnya dibawa takdir menemui kakak perempuan Sena dan suaminya yang pernah diceritakan Sena beberapa saat lalu. Lewat Marabel itulah akhirnya Aline tahu siapa wanita berpakaian hitam-hitam itu, lalu apa hubungannya dengan Sena, dan semua kunci jawaban terhadap kemisteriusan Sena pun ikut terjawab.
            Berbekal buku seharga 4000 dollar, Aline mempunyai misi super penting sekaligus genting yaitu meloloskan Sena keluar dari cengkeraman the woman in black and her partner in crime.
***
            Lagi-lagi, Kak Prisca Primasari berhasil memukau saya dengan cerita gubahannya yang terlalu sayang untuk dilewatkan. Seperti novel-novelnya yang lain, Kak Prisca selalu menyimpan misteri dalam cerita yang ia tulis. Saya masih ingat novel Will & Juliet yang saya baca entah kapan tahu itu yang mempunyai cerita aduhai memikat sekaligus misteri kenapa si Juliet seolah-olah buta pada malam hari (saya baru aja tahu kalau itu ternyata buah tangan Kak Prisca). Ya, membaca novel ini membuat saya kembali bernostalgia dengan atmosfer Will & Juliet yang heboh, ceria, sekaligus suram.
            Di seri pertama STPC terbitan Gagasmedia ini, Paris terasa tepat sekali ditempatkan sebagai pembuka. Ceritanya yang ringan (berkat karakter Aline dan Sena yang menyenangkan dan heboh) tetapi tidak biasa merupakan magnet yang cukup ampuh untuk membuat para booklover memburu seri-seri selanjutnya dari STPC ini. Dan yang paling penting, meskipun bertema romansa dengan menghighlight latar belakang cerita, dalam kasus ini Paris, deskripsi Paris yang Kak Prisca tuturkan tidak terlalu banci. Pas, maknyus, endang gulindang. Lewat tulisannya, Kak Prisca sukses membawa saya menyusuri jalan-jalan eksotis kota Paris yang dipagari kafe-kafe, berbau harum roti dan juga kopi. Nah, sekali ini lupakan dulu Eiffel Tower yang so cliche itu karena Kak Prisca justru membawa kita ke tempat-tempat biasa seperti kafe juga tempat-tempat tidak biasa seperti Bastille dan Pere Lachaise. Which is, menambah adanya kesan eksklusif dari ‘Paris: Aline’ ini dibanding novel-novel lainnya tentang Paris.
            Well, dulu sih saya sempat skeptis sama novel-novel berbau Paris karena pasti ceritanya begitu-begitu saja, tetapi ‘Paris: Aline’ kembali mengembalikan kenikmatan saya membaca France based-theme novel seperti ketika saya membaca Lost in Paris-nya Rahmania Arunita.
            Oh ya, chapter ‘River Flows in You’ sukses membuat dentingan piano Yiruma terngiang-ngiang di benak saya. Sudah lama sekali rasanya tidak mendengar lagu tersebut.
           Sebelum menutup, anyway, saya nggak suka sama konsep cover depan yang kertasnya memanjang begitu. Susah nekuknya kalau lagi baca. Dampaknya, malah binding buku yang bisa terbelah.
            Overall, Paris: Aline.... tres bien!
Apa dia tidak tahu kata mutiara tidak bisa mengubah apa pun? Cuma jadi penghias, penghibur yang gagal.

Rating
Cerita: 6,8 of 7
Cover: 6 of 7



2 komentar:

  1. Hampir sempurna nilainya: 6,8 :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, kak. Aneh gak sih rentang nilainya cuma sampai 7? Hehehe

      Hapus

 
Images by Freepik