Tagline : Mereka
ingin memastikan bahwa kau takkan pernah merasakan cinta
Penulis :
Lauren Oliver
Penerjemah :
Vici Alfanani Purnomo
Jumlah Halaman
: 518 hlm.
Genre : Young
Adult Romance, Dystopian Fiction
Penerbit :
Mizan Fantasi
Cover Designer
: Windu Tampan
Tahun : 2011
Harga : 25.000
(Obral Mizan Banjarmasin)
ISBN : 978-979-433-646-5
Rating di Goodreads : 4,04 of 215,480 votes
First Sentence : Sudah enam puluh empat tahun
presiden dan konsorsium mengidentifikasi cinta sebagai sebuah penyakit.
Final Sentence
: Mereka takkan bisa mengambilnya.
Satu hal yang menguntungkan dari sebuah
rahasia adalah: Mereka berisik. (hal. 255)
Dunia yang dilihat Lena Halloway adalah dunia tanpa cinta. Cinta adalah
sebuah dosa besar. Sastra dan puisi masuk dalam “Kompilasi Lengkap Kata-Kata
dan Ide-Ide Berbahaya”. Penikmat musik dijebloskan ke penjara. Tertawa bahagia
dianggap melanggar aturan. Suami-istri, ibu-anak, kakak-adik, hanya sebuah ikatan
tanpa kasih sayang. Binatang. Orang yang jatuh cinta dianggap binatang. Lena pun
demikian, ketika dia jatuh cinta kepada Alex Sheates. Mereka hidup dalam rasa
takut hebat, dan hanya menunggu waktu hingga mereka menanggung hukuman.
Kehidupan di Portland adalah kehidupan tanpa
cinta. Cinta dianggap penyakit paling berbahaya dan setiap anak yang cukup umur
wajib menjalani proses penyembuhan. Sebagai pengaman, beberapa Regulator
ditempatkan di berbagai sudut kota untuk mengidentifikasi orang-orang yang
diduga terinfeksi ‘cinta’, para Simpatisan, pemberontak, dan juga Invalid. Kota
itu pun dikelilingi pagar dialiri arus listrik yang membatasi Portland dengan
Alam Liar. Tempat Invalid tinggal. Tempat para pembelot, orang-orang yang
menolak prosedur dan mengakui bahwa cinta adalah sumber kebahagiaan, bukan
penyakit berbahaya dan mematikan.
Seperti yang dirasakan semua orang seusianya,
Lena Halloway seolah memiliki dua jantung yang berdegup kencang, bersarang di
dalam dadanya. Bagaimana tidak, momentum evaluasi dan prosedur yang harus
dijalani setiap anak berusia 18 tahun kini di depan mata. Evaluasi adalah
tahapan ujian yang harus dilalui setiap calon anak yang ingin disembuhkan,
untuk mengetahui sejauh mana mereka tidak bersentuhan dengan hal-hal yang
berhubungan dengan ‘cinta’ dan juga untuk menentukan pasangan yang cocok setelah mereka disembuhkan
. Sementara prosedur adalah proses penyembuhan melalui jalan operasi dimana setiap orang akan diberikan penawar agar ia tidak lagi memiliki perasaan cinta. Ya. Di masa itu, cinta adalah penyakit yang paling mematikan. Segala hal yang berhubungan dengan cinta dan ungkapan perasaan harus dimusnahkan termasuk lagu, puisi, juga buku-buku. Penyakit itu disebut Amor Deliria Nervosa. Setelah menjalani prosedur, nantinya setiap orang akan diberikan pilihan calon pasangan yang akan menjadi istri/suami. Meski begitu, rumah tangga itu hanya akan berjalan sebagai sebuah simbol kehidupan yang makmur, tetapi tetap saja tidak ada ‘cinta’ yang terjalin di antara keduanya.
Di hari evaluasinya, entah kenapa
jawaban-jawaban yang sudah Lena persiapkan mendadak macet dan ia nyaris saja
mengacaukan tahapan evaluasinya jika saja tidak ada insiden yang membuat
evaluasi hari itu berantakan, lalu akhirnya dijadwalkan ulang di lain waktu. Di
saat kekacauan itu pulalah, Lena bersitatap dengan Alex. Seorang petugas
pemerintahan, sudah disembuhkan dengan bukti tiga tanda bekas operasi di
belakang telinganya, namun ternyata diketahui bahwa Alex adalah seorang Invalid
yang menyamar. Dan itulah yang membuat ia bisa menjatuhkan perasaannya pada
Lena.
Pertemuan keduanya dengan Alex terjadi saat ia
dan Hana menerobos masuk ke daerah terlarang. Alex berpura-pura tidak mengenal
Lena dan itu membuat Lena tersinggung. Namun, lama-kelamaan, ia malah semakin
terpikat dengan pesona Alex meskipun ia mencoba menyangkal karena ia tidak
ingin berakhir seperti ibunya yang bunuh diri karena terinfeksi deliria. Sayangnya,
perasaan itu semakin menggebu dan Hana yang juga cenderung tertarik dengan
hal-hal yang melanggar aturan semakin membuat Lena terfasilitasi untuk
melakukan segala hal yang bisa membuatnya dicap sebagai Simpatisan atau
pemberontak. Apalagi, Lena juga mulai berani melanggar jam malam (setiap orang
yang belum disembuhkan hanya boleh keluar rumah sampai jam 11 malam), pergi ke
Dataran Tinggi Deering karena penasaran dengan pesta disertai musik yang tidak
pernah direkomendasikan.
Hubungan Lena dan Alex yang riskan juga
dibayang-bayangi jadwal prosedur yang akan Lena jalani beberapa waktu lagi yang
artinya, ia tak akan pernah bisa lagi jatuh cinta, bahkan jika hanya sekedar
mengingat kenangannya baik bersama Alex maupun Hana. Ia akan seperti yang
lainnya. Menjadi robot dan akan menjalani aktivitas super monoton. Namun fakta
tentang ibunya yang diduga meninggal akibat bunuh diri karena tak sanggup lagi
menjalani prosedur yang keempat kalinya (ibu Lena diduga kebal terhadap
penyembuhan karena ia masih mengenang almarhum suaminya) membuat Lena dengan
mantap menolak untuk menjalani prosedur. Ia sudah merencanakan untuk menjauh
dari kehidupan yang penuh kebohongan di Portland dan menjalin cinta tanpa
dikepung rasa khawatir dan takut lagi bersama Alex. Sayangnya, niat tersebut
tidak berjalan lancar. Dan seperti kisah Romeo dan Juliet yang menjadi
favorit Lena, cinta butuh pengorbanan.
***
Original Cover |
Bicara
novel yang mengangkat tema percintaan pasti sudah tak terhitung lagi banyaknya
di muka bumi. Pun, premisnya juga itu-itu saja. Tetapi khusus untuk Delirium,
saya berani menyematkan label 100% fresh karena ide novel roman yang seperti
ini baru satu-satunya di dunia, setidaknya sepengetahuan saya. Secara umum,
buku pertama dari seri Delirium ini memang lebih menitikberatkan pada hubungan
Lena dan Alex. Dua sejoli yang menjalin cinta di tengah kondisi dunia yang
alih-alih mengakui cinta sebagai hasrat alami tiap manusia namun sebaliknya
sebagai sebuah penyakit berbahaya.
Meskipun
ide cerita yang diangkat Lauren Oliver ini otentik, tetapi ada beberapa bagian
yang akan serta-merta mengingatkan kita pada Divergent. Saya pribadi ketika
membaca tentang Evaluasi, Tes Simulasi di Divergent sontak terbayang di benak
saya. Apalagi di sana juga disinggung bahwa tes itu adalah tahap untuk
menentukan jalan hidup selanjutnya yang akan dijalani para peserta sampai akhir
hayat mereka. Tidak terlalu identik sih, jadi saya rasa ini hanya kebetulan dan
tidak perlu dipermasalahkan.
Mengenai
jalan cerita sendiri, di luar temanya yang original dan menarik, saya sendiri
agak menyesal untuk mengakui bahwa plot yang dijabarkan ternyata biasa saja. Tidak
monoton sih, hanya saja rasanya novel ini terkesan sia-sia menyandang predikat
dystopian fiction karena di benak saya, novel dystopian fiction pastilah
memiliki alur yang menegangkan. Sayangnya, Delirium tak lebih seperti novel
cinta pada umumnya. Kehidupan yang diangkat pada masa itu pun juga tidak
mengandung ciri-ciri futuristik terkecuali adanya peraturan baru tentang sebuah
penyakit yang dijuluki amor deliria nervosa. Kalau bisa dibuat
perbandingan, Delirium bisa disandingkan dengan Twilight. Sebuah novel romansa
yang dibumbui dengan kisah cinta terlarang non mainstream. Jadi, dengan berat
hati saya bilang bahwa saya sempat menelantarkan novel ini beberapa saat karena
alurnya yang hanya berkutat tentang cinta.
Untungnya,
di sekitar 100 halaman terakhir, tepatnya ketika fakta baru tentang ibu Lena terkuak,
cerita mulai memasuki plot yang menegangkan. Konflik yang saya harapkan pun
bermunculan. Dan, ya, saya amat menikmati ketegangan yang disuguhkan. Juga cliffhanger
ending-nya yang tidak bisa dibilang bahagia, tetapi saya rasa itu adalah
pilihan ending terbaik.
Sebenarnya
ada satu hal yang benar-benar saya soroti dari novel ini. Tak lain dan tak
bukan adalah gaya tulisan Lauren Oliver sendiri. Saya kagum dengan
perbendaharaan kosakatanya yang kaya karena dilihat dari kalimat-kalimat yang
ia pakai, meskipun sudah diterjemahkan, tetap nampak bahwa ia bukan penulis
yang suka memakai diksi yang sama berulang-ulang. Dan satu lagi, tampaknya
Lauren Oliver adalah penulis yang teramat menikmati menyusun kalimat dengan
majas simile. FYI, simile adalah salah satu jenis figurative language yang
ciri-cirinya mengibaratkan sesuatu dengan sesuatu yang lain dengan memakai
kata-kata seperti: as, like, as if atau dalam Bahasa Indonesia: seperti,
bak, laksana, seakan-akan, seolah-olah. Andai saja saya tidak malas untuk
menghitung, mungkin ada lebih dari 500 simile yang dipakai Oliver dalam novel
ini karena rasanya, hampir selalu ada satu simile dalam setiap halaman. Fakta
yang cukup menarik untuk diangkat menjadi masalah dalam skripsi. Hehehe...
Another Cover Edition |
Untuk
penerjemahan sendiri, tidak ada masalah. Bahasanya luwes, lancar, dan diksinya
bagus. Berwarna dan tidak monoton. Pun, saya paling suka dengan terjemahan dari
kitab Pssst (Pedoman Sehat, Senang, Selamat, dan Teratur). Saya sendiri
awalnya kurang ngeh maksud dari nama ‘Pssst’ yang saya kira seolah
lelucon. Namun setelah saya telisik lebih jauh, Pssst itu adalah
singkatan. Dan setelah saya lihat versi Bahasa Inggrisnya, ternyata Pssst dialihmaknakan
dari the book of Shhh (The Safety, Health, and Happiness Handbook).
Kalau saya jadi penerjemah, mungkin saya hanya akan menerjemahkan the book
of Shhh menjadi Panduan Keselamatan, Keselamatan, dan Kebahagiaan tanpa
pernah memikirkan untuk mencari padanan Shhh (bunyi desisan) yang
nampaknya sepele.
Terakhir,
satu hal yang saya anggap nilai minus dari novel ini adalah tidak adanya
penjelasan mengenai Simpatisan di novel ini. Sampai akhir cerita, saya sendiri
masih bertanya-tanya siapa sih yang dimaksud dengan Simpatisan itu? Apakah para
pemberontak? Tetapi kata Simpatisan juga disandingkan dengan pemberontak yang
artinya mereka berbeda istilah. Atau orang yang kebal terhadap penawar? Namun
ibu Lena tidak disebut Simpatisan. Ataukah orang yang terinfeksi? Yang tahu
tolong bisikin ya! Hehehe...
Entirely,
meski sempat berfikiran untuk tidak melanjutkan serial ini karena
menganggap Delirium tak lebih hanya novel roman remaja-dewasa, namun fikiran
tersebut sudah saya buang jauh-jauh karena ternyata cerita berubah 180 derajat
di sepertiga akhir novel dan itu artinya, lanjutan dari Delirium ini akan lebih
banyak memuat aksi dibanding roman. Pandemonium is in waiting...
By the way, benar tidak sih kalau Delirium akan diangkat menjadi film karena
setelah saya googling, yang ada hanya TV seriesnya saja.
Rating
Cerita : 6,5 of 7
Terjemahan : 6,8 of
7
Cover Terjemahan :
6 of 7
Cover Asli : 7 of 7
Tidak ada komentar:
Posting Komentar